Historia

Honen Matsuri: Ketika Kuil Berbentuk Kelamin Pria Diarak Keliling Kota

Kuil dengan bentuk alat kelamin pria tengah diarak dalam festival Honen Matsuri. | Net

TOKYO | Priangan.com – Jepang adalah negara dengan keunikan dan kebudayaan yang luar biasa. Ada banyak tradisi dan budaya di negeri dengan sebutan “Negeri Matahari Terbit” itu yang menggambarkan sejarah panjang dan kedalaman nilai yang diwariskan turun-temurun.

Salah satu tradisi yang mungkin terdengar nyeleneh dan cukup unik bagi banyak orang adalah Honen Matsuri, sebuah festival yang sudah ada sejak lebih dari seribu tahun yang lalu. Festival ini menyatukan unsur spiritual dan kesuburan, namun cara perayaannya yang tidak biasa justru menjadi daya tarik tersendiri.

Honen Matsuri pertama kali diadakan pada abad keenam, tepatnya sekitar tahun 500 Masehi. Seiring berjalannya waktu, festival ini berkembang menjadi perayaan yang menggabungkan unsur pemujaan terhadap dewa kesuburan dan permohonan bagi hasil panen yang melimpah.

Festival ini sangat kental dengan nuansa keagamaan dan agraris, dengan harapan agar bumi yang digarap oleh para petani dapat menghasilkan berkat yang melimpah.

Pada masa Edo (1603–1868), festival ini mulai dikenal dengan simbol utama berupa alat kelamin pria. Ia dijadikan sebagai simbol kesuburan dalam banyak budaya, diarak dalam satu prosesi yang penuh makna.

Sebuah kuil kecil yang ditembus kayu berbentuk alat kelamin pria seberat 400 kilogram atau lebih ini akan dibawa dengan penuh khidmat, diiringi doa-doa dari masyarakat yang berharap mendapatkan keturunan atau hasil panen yang subur.

Hal ini tentu menjadi bagian yang unik dan bisa dibilang agak nyeleneh bagi mereka yang tidak terbiasa dengan tradisi semacam itu. Namun, dalam konteks budaya Jepang, ini adalah bentuk penghormatan terhadap kehidupan dan kelangsungan generasi.

Seiring berjalannya waktu, Honen Matsuri terus bertahan meskipun ada perubahan dalam cara pandang terhadap kesuburan dan keberlanjutan alam. Setiap tahun, festival ini diselenggarakan di Kuil Tagata yang terletak di kota Komaki, dekat Nagoya.

Tonton Juga :  Modal Taktik Gerilya, Vietcong Berhasil Kalahkan AS dalam Perang Vietnam

Di sana, para pendeta akan melakukan upacara penyucian terhadap jalur yang akan dilalui oleh kuil kecil itu dengan menaburkan garam sebagai simbol penyucian dan keberkahan.

Selain ritual utama yang melibatkan kuil kecil dan kayu berbentuk kelamin, festival ini juga dimeriahkan dengan berbagai macam sajian khas, seperti permen dan makanan manis yang dibuat sebagai persembahan.

Pasangan yang ingin segera dikaruniai anak, biasanya akan menyentuh kayu berbentuk kelamin ini sambil berdoa dengan harapan dikabulkan. Begitupun para petani, mereka yang berharap kesuburan pada tanahnya maka harus menyentuh kayu ini. (Ersuwa)

zvr
Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?
%d blogger menyukai ini: