Historia

Bukan Cuma di Dalam Film, Ritual Manten Tebu Nyata Adanya

Sejumlah warga mengikuti upacara Cembengan atau Tebu Manten di Pabrik Gula Madukismo, Bantul, DI Yogyakarta. | Dok. ANTARA FOTO

JAWA TENGAH | Priangan.com –  Film Pabrik Gula menjadi salah satu film horor terbaru yang laku keras. Film garapan MD Pictures tersebut tercatat sudah tembus lebih dari 3 juta penonton dalam kurun waktu satu minggu penayangan di bioskop.

Dibintangi oleh Ersya Aurelia Endah),Arbani Yasiz (Fadhil), Moch. Arif Alfiansyah (Dwi), Bukie B. Mansyur (Hendra), Wavi Zihan (Wati), Erika Carlina (Ningsih), dan Benidictus Siregar (Franky), film ini menceritakan tentang sejumlah buruh pabrik musiman yang setiap tahun dipekerjakan untuk membantu proses penggilingan tebu di saat masa panen.

Ada satu adegan ikonik dalam film ini yang jadi bagian menarik untuk ditelisik. Itu adalah ritual Manten Tebu untuk persembahan para penunggu pabrik agar proses penggilingan berjalan lancar.

Siapa sangka, ternyata ritual tersebut bukanlah fiktif, melainkan diambil dari ritual nyata yang biasa dilakukan oleh para pemilik pabrik serta pertani tebu. Ya, ritual manten tebu tersebut nyata adanya.

Konon, ritual ini berasal dari Jawa Tengah dan sudah dilakukan secara turun temurun. Tradisi ini biasanya dilakukan ketika memasuki musim giling tebu.

Dalam pelaksanaannya, masyarakat dan pihak pabrik gula akan mengarak dua batang tebu, satu mewakili pengantin laki-laki, satu lainnya untuk mewakili pengantin perempuan. Tebu yang dipilih juga tak sembarangan, biasanya diambil dari lahan petani dan pemilik pabrik.

Konon, simbol pengantin ini menandai penyatuan antara kerja keras rakyat dan kelangsungan produksi industri, serta harapan akan hasil panen yang berkualitas.

Arak-arakan itu juga bukan sekadar pawai biasa. Ritual tersebut mengandung unsur spiritual yang dalam, sebab dipercaya mampu mendatangkan berkah dan menjaga keharmonisan antara manusia dan alam.

Dalam kepercayaan masyarakat di sana, upacara ini merupakan bentuk penghormatan kepada penjaga-penjaga tak kasat mata yang diyakini bersemayam di area pabrik gula.

Tonton Juga :  Mengungkap Prabu Guru Darmasiksa & Sanghyang Siksa Kandang Karesian

Oleh karenanya, sejumlah sesajen turut disiapkan, termasuk penyembelihan dua kepala kerbau yang nantinya diletakkan di dekat mesin penggiling dan mesin perebus, sementara dagingnya dibagikan kepada warga sebagai simbol kebersamaan.

Pemilihan waktu pelaksanaan tradisi ini juga tak sembarangan. Masyarakat menggunakan penanggalan Jawa atau weton untuk menentukan hari yang dianggap membawa keberuntungan.

Lebih dari sekadar ritual, Manten Tebu merupakan wujud cinta terhadap bumi dan siklus kehidupan. Ia mengingatkan pentingnya memilih benih terbaik, menjaga lingkungan, dan terus merawat warisan budaya. (Wrd)

zvr
Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?
%d blogger menyukai ini: