JAKARTA | Priangan.com – Ronggolawe adalah sosok yang dikenal dalam sejarah sebagai salah satu pilar utama berdirinya Kerajaan Majapahit. Ia merupakan anak dari Putra Arya Wiraraja, tokoh penting asal Madura yang punya jasa besar terhadap Raden Wijaya dalam membangun Kerajaan Majapahit.
Kisah Ronggolawe dimulai ketika Putra Arya Wiraraja berhasil menyiapkan 27 ekor kuda Sumbawa untuk Raden Wijaya. Kuda-kuda itu hendak digunakan sebagai kendaraan perang melawan kerajaan Kediri yang pada masa itu berada di bawah kekuasaan Jayakatwang.
Dikisahkan, tak mudah bagi Putra Arya Wiraraja mempersembahkan kuda-kuda itu kepada Raden Wijaya. Ia harus menyebrangi lautan dnegan ombak ganas agar bisa sampai ke wilayah kekuasaan kerajaan Kediri. Berkat dedikasinya itu, Raden Wijaya pun kemudian menganugerahkan anak Putra Arya Wiraraja nama Ronggolawe.
Kala itu, Ronggolawe begitu setia kepada Raden Wijaya. Ia banyak membantu Raja Majapahit tersebut dalam berbagai pertempuran. Termasuk dalam pertempuran melawan kerajaan Kediri. Rongolawe berhasil menggempur benteng timur Kediri dan membunuh dedengkot benteng tersebut, Sagara Winotan.
Tak hanya itu, ketika Raden Wijaya hendak membuka Hutan Tarik yang kelak menjadi tempat berdirinya kerajaan Majapahit juga Ronggolawo beserta Putra Arya Wiraraja sengaja datang dari Madura untuk membantu.
Pasca jatuhnya kerajaan Kediri, Raden Wijaya kemudian menjadi raja pertama Majapahit. Sementara Ronggolawe, berkat dedikasinya, diberi hadiah berupa jabatan sebagai Bupati Tuban. Sayangnya Ronggolawe merasa tak puas dengan hadiah itu. Ia menganggap kalau dirinya layak mendapatkan ganjaran yang lebih dari sekedar jabatan sebagai seorang Bupati.
Rasa kekecewaannya semakin memuncak ketika ia mendengar salah satu rekan perjuangannya, Nambi, mendapat jatah posisi yang lebih tinggi. Pada saat itu, Nambi justru dipercaya sebagai seorang Rakryan Patih, jabatan paling tinggi di kerajaan setelah raja.
Ia menilai, posisi Rakryan Patih lebih layak diberikan kepada pamannya, Lembu Sora, karena lebih berjasa ketimbang Nambi. Walhasil, Ronggolawe pun ambil sikap, ia memutuskan untuk pulang ke Tuban dan menjauhi lingkungan kerajaan.
Rasa ketidakpuasan yang bercampur dengan kekecewaan mendalam itu akhirnya memicu pemberontakan yang dipimpin oleh Ronggolawe pada tahun 1295. Pemberontakan tersebut berlangsung di sekitar Sungai Tambak Beras, Jombang. Sang ksatria, kini berubah jadi pengkhianat.
Kerajaan Maapahit yang mendengar rencana pemberontakan Ronggolawe, menunjuk Nambi, Kebo Anabrang, dan Lembu Sora untuk berhadapan langsung dengan pasukan Ronggolawe. Terjadilah pertempuran sengit.
Mulanya, Ronggolawe berhadapan dengan Nambi. Aksi kejar-kejaran dengan berkuda tak terhindarkan, hingga Rongolawe berhasil menikam leher kuda Nambi. Nasib baik, Nambi masih selamat.
Pertempuran kemudian dilanjutkan oleh Kebo Anabrang. Ia memerintahkan pasukan Majapahit untuk mengepung Ronggolawe dari tiga penjuru mata angin. Sayangnya, lantaran Ronggolawe sangat piawai dalam bertempur dengan kuda, ia berhasil lolos.
Tak ingin kehilangan musuh, Kebo Anabrang pun mengejar Ronggolawe. Sampai pada satu saat kuda Ronggolawe terperosok ke dalam Sungai Tambak beras. Ia terjatuh dari kudanya. Melihat musuhnya itu, Kebo Anabrang ikut turun dari kudanya dan berperang satu lawan satu dengan Ronggolawe.
Dalam urusan perang tanpa kuda, kepiawaian Kebo Anabrang jauh lebih unggul. Walhasil, Ronggolawe pun kalah. Ia tewas setelah dicekik oleh Kebo Anabrang. Melihat hal itu, Lembu Sora yang notabene paman Ronggolawe tidak bisa mengendalikan diri.
Meski ia berada di pihak pasukan Majapahit, ia tak bisa menerima melihat keponakannya tewas di tangan orang lain. Walhasil, Lembu Sora pun menikam Kebo Anabrang.
Kabar duka kematian Ronggolawe sampai kedapa dua istri tercintanya, Nyi Tirtawati dan Nyi Mertaraga. Mereka berdua dibuat pingsan saat mendengar kabar itu. Setelah siuman, keduanya kemudian sepakat untuk melakukan Bela Pati, sebuah tradisi bunuh diri untuk menunjukkan rasa kecintaan terhadap pasangannya.
Upacara bela pati Nyi Tirtawati dan Nyi Mertaraga kemudian dilakukan seteleh mereka berdua melihat jenazah Ronggolawe. Tepat di bawah kaki sang ksatria, dua istri yang amat mencintainya itu tersungkur, setelah sebuah bilah keris menancap di bagian dadanya.
Setelah tewas, mereka bertiga kemudian dikremasi. Mayatnya dibakar, lalu dilarung ke Samudra. Begitulah kisah hidup Ronggolawe, sang kesatria yang berakhir dengan cap pengkhianat. (ersuwa)