Historia

Kisah Lady Hester Stanhope, Ratu Gurun yang Menantang Norma Abad ke-19

Lady Hester Stanhope | Wikipedia

LEBANON | Priangan.com – Lady Hester Stanhope adalah sosok perempuan Inggris yang hidupnya penuh petualangan dan kontroversi, menggambarkan pertemuan antara budaya Barat dan Timur Tengah pada abad ke-19.

Dilahirkan pada tahun 1776 dalam keluarga elite Inggris, Hester tumbuh dalam lingkaran sosial yang dekat dengan kekuasaan. Pamannya, William Pitt, adalah Perdana Menteri Inggris, dan Hester menjadi nyonya rumah di Downing Street pada usia muda, bergaul dengan bangsawan dan keluarga kerajaan.

Namun, kehidupan aristokrat yang glamor tidak cukup untuk memuaskan jiwanya. Setelah kematian pamannya pada tahun 1806, meskipun menerima tunjangan tahunan yang cukup besar, Hester merasa terperangkap dalam rutinitas sosial Inggris yang kaku.

Pada tahun 1810, dia memutuskan untuk meninggalkan semua itu dan memulai petualangan epik ke Timur Tengah, langkah yang tidak lazim bagi seorang wanita di masanya.

Hester memulai perjalanannya dengan rombongan kecil, termasuk saudara laki-laki dan dokter pribadinya. Di Gibraltar, dia bertemu Michael Bruce, seorang pria 11 tahun lebih muda yang menjadi kekasihnya. Hubungan mereka menjadi bahan perbincangan hangat di Inggris, karena keberanian Hester bepergian dengan seorang pria yang bukan suaminya.

Melanjutkan perjalanan ke Konstantinopel, Hester menarik perhatian masyarakat setempat dengan kepribadiannya yang berani. Ia bahkan tidak gentar menghadapi hiburan populer di kota itu—pemenggalan kepala penjahat—yang dianggap brutal.

Petualangan Hester membawanya lebih jauh ke Timur Tengah, di mana ia mulai mengenakan pakaian pria khas Timur Tengah lengkap dengan sorban, belati, dan pistol. Sosoknya yang unik dan berani menciptakan sensasi di setiap tempat yang dia kunjungi.

Di Damaskus pada tahun 1812, ia tiba tanpa kerudung, sebuah tindakan yang dianggap sangat berani di tengah masyarakat Islam konservatif. Keberaniannya membuatnya dielu-elukan oleh penduduk setempat, dan julukan “Ratu Gurun” mulai melekat padanya.

Tonton Juga :  SK Trimurti; Dari Pena ke Perjuangan, Warisan Seorang Ikon Jurnalisme Perempuan

Namun, kehidupan Hester di Timur Tengah bukan tanpa tantangan. Setelah mengalami demam parah yang hampir merenggut nyawanya, ia mulai menunjukkan perilaku yang semakin aneh. Hester menjadi tertarik pada astrologi dan alkimia, serta bertindak seperti penguasa lokal. Dia memimpin serangan balas dendam terhadap desa-desa di pegunungan Lebanon, menyebabkan kehancuran besar-besaran.

Di sisi lain, Hester menunjukkan sisi kemanusiaannya dengan memberikan perlindungan kepada ratusan pengungsi, meskipun hal ini membuatnya terlilit utang.

Di usia senjanya, Lady Hester memilih tinggal di sebuah rumah yang menyerupai benteng di bawah bayang-bayang Gunung Lebanon. Meskipun ditawari kesempatan untuk kembali ke Inggris, dia menolak dengan tegas. Bagi Hester, kembali ke kehidupan “merajut atau menjahit seperti wanita Inggris” adalah sesuatu yang tidak terbayangkan.

Lady Hester Stanhope meninggal di Lebanon pada tahun 1839 dalam usia 63 tahun. Kisahnya adalah potret seorang wanita yang menolak dibatasi oleh norma-norma sosial, menjelajahi dunia dengan keberanian, dan meninggalkan jejak mendalam di tempat-tempat yang dia kunjungi. Sebagai “Ratu Gurun,” Hester tetap menjadi simbol keberanian dan eksentrik yang melampaui batas-batas zaman.(mth)

zvr
Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?
%d blogger menyukai ini: