PAKISTAN | Priangan.com – Pemerintah Pakistan saat ini tengah mengupayakan larangan terhadap partai Tehreek-e-Insaf yang dipimpin oleh mantan Perdana Menteri Imran Khan. Langkah ini diumumkan oleh Menteri Informasi Attaullah Tarar pada hari Senin (15/7), dalam konteks meningkatnya ketegangan politik di negara itu.
Imran Khan, yang berusia 71 tahun dan saat ini dipenjara atas tuduhan korupsi, digulingkan dari jabatannya pada April 2022 setelah lebih dari seratus dakwaan politik menimpanya.
Pemerintahannya telah dituduh memicu kerusuhan nasional dan menerima dana dari sumber asing secara ilegal, yang menurut pemerintah merupakan pelanggaran hukum.
Keputusan untuk melarang Tehreek-e-Insaf tersebut didasarkan pada “bukti kredibel” yang dimiliki pemerintah, meskipun hal ini masih harus mendapatkan persetujuan dari Mahkamah Agung Pakistan.
Selain upaya larangan, pemerintah juga mengajukan tuntutan pengkhianatan baru terhadap Imran Khan dan mantan Presiden Arif Alvi, terkait pembubaran Majelis Nasional secara dugaan tidak sah pada April 2022.
Krisis politik di Pakistan mencapai puncaknya pada Mei 2023 setelah penangkapan Imran Khan, yang memicu protes besar-besaran dan kekerasan di beberapa daerah. Meskipun Mahkamah Agung memerintahkan pembebasannya, Khan kemudian ditangkap kembali atas tuduhan korupsi.
Menanggapi langkah-langkah pemerintah, juru bicara Imran Khan, Zulfiqar Bukhari, menuduh bahwa tindakan ini hanya bermotif politik. Dia menegaskan bahwa upaya pelarangan dan tuntutan pengkhianatan adalah bentuk kepanikan pemerintah terhadap putusan pengadilan yang tidak menguntungkan mereka.
Tidak hanya itu, beberapa keputusan pengadilan baru-baru ini telah membatalkan hukuman terhadap Imran Khan dan keluarganya atas tuduhan melanggar hukum Islam dan membocorkan rahasia negara, yang telah mempengaruhi dinamika politik dan hukum di Pakistan.
Namun, langkah-langkah ini telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan komunitas hak asasi manusia di Pakistan. Komisi Hak Asasi Manusia memperingatkan bahwa larangan terhadap Tehreek-e-Insaf hanya akan memperdalam polarisasi politik dan meningkatkan risiko terjadinya kekerasan.
Sementara pemerintah Pakistan mengklaim bahwa langkah-langkah ini diperlukan untuk menjaga stabilitas dan keamanan negara, banyak pihak melihatnya sebagai bagian dari pertarungan politik yang semakin memanas di tengah tantangan hukum dan opini publik yang beragam. (mth)