SEOUL | Priangan.com – Korea Selatan tengah menghadapi krisis politik besar setelah Mahkamah Konstitusi secara resmi memberhentikan Presiden Yoon Suk Yeol dari jabatannya pada Jumat, 4 April 2025. Keputusan itu diambil sebagai tindak lanjut dari penerapan status darurat militer yang dianggap melanggar konstitusi.
Pemakzulan ini berawal dari keputusan mengejutkan Presiden Yoon yang mengumumkan keadaan darurat militer pada 3 Desember 2024, menyusul penolakan parlemen terhadap usulan anggaran pemerintahannya. Langkah tersebut memicu kekhawatiran luas, baik dari kalangan politik maupun masyarakat sipil, karena dinilai sebagai bentuk penyalahgunaan kewenangan eksekutif.
Deklarasi yang sempat berlaku selama enam jam itu segera dibatalkan menyusul tekanan dari Majelis Nasional. Sebanyak 190 anggota legislatif menandatangani mosi penolakan terhadap kebijakan tersebut dan menyebutnya sebagai tindakan yang melampaui batas hukum dan prinsip demokrasi.
Setelah insiden tersebut, parlemen bergerak cepat dengan mengajukan mosi pemakzulan. Dalam pemungutan suara yang digelar pada 14 Desember 2024, sebanyak 204 dari 300 anggota parlemen menyatakan dukungan untuk memberhentikan Presiden Yoon. Proses ini menandai awal dari berakhirnya masa kepemimpinan Yoon di tengah tuduhan serius terkait upaya pemberontakan dan pelanggaran konstitusi.
Tak hanya diberhentikan dari jabatan, Yoon juga harus menghadapi proses hukum. Tim penyelidik mengajukan surat perintah penangkapan atas dugaan penyalahgunaan wewenang dan perencanaan pemberontakan. Ia dituduh melanggar hukum dengan secara sepihak menetapkan status darurat militer tanpa dasar ancaman nyata terhadap negara.
Presiden Yoon tercatat telah tiga kali mangkir dari panggilan interogasi. Hal ini akhirnya mendorong pihak berwenang membawa kasus ini ke ranah pengadilan. Pengadilan Distrik Barat Seoul dikabarkan telah menyetujui permohonan penahanan dan menjadikan Yoon sebagai presiden pertama dalam sejarah Korea Selatan yang menghadapi potensi penangkapan saat masa jabatannya belum usai.
Putusan Mahkamah Konstitusi yang dilakukan secara bulat oleh delapan hakim mengukuhkan pemakzulan tersebut dan membuka lembaran baru dalam sejarah demokrasi Korea Selatan. Kini, negara itu memasuki masa transisi pemerintahan sembari menyiapkan pemilihan umum untuk menentukan pemimpin selanjutnya. (Wrd)