Historia

Potret Masa Kecil Adolf Hitler yang Jadi Akar Kekejaman di Kemudian Hari

Potret Hitler saat masih kecil. | Istimewa

BERLIN | Priangan.com – Adolf Hitler adalah nama yang tak pernah lepas dari kekejaman dan kekerasan. Ia merupakan berhasil sosok yang mengubah sejarah dunia dengan kebengisannya.

Namun, sebelum menjadi diktator yang ditakuti banyak orang, Hitler adalah seorang anak yang tumbuh dalam lingkungan keluarga yang penuh konflik dan tekanan. Masa kecilnya yang dipenuhi dengan kekerasan dan ketidakstabilan emosional, menjadi fondasi bagi kepribadiannya yang keras dan kejam di kemudian hari.

Hitler lahir pada 20 April 1889 di Braunau am Inn, sebuah kota kecil di perbatasan Austria-Jerman. Ayahnya, Alois Hitler, adalah seorang petugas bea cukai yang dikenal keras dan otoriter. Sementara ibunya, Klara Hitler, adalah seorang wanita yang penuh kasih sayang namun terlalu protektif.

Hubungan Hitler dengan ayahnya sangat buruk. Alois konon sering memukuli Hitler sejak kecil ketika ia tidak menuruti keinginannya. Kekerasan fisik inilah yang meninggalkan luka emosional dalam diri Hitler, yang kemudian memilih untuk tidak menangis atau menunjukkan rasa sakit saat dipukuli. Konon, ia bahkan menghitung jumlah pukulan yang diterimanya sebagai bentuk perlawanan diam-diam.

Di sisi lain, Hitler juga menyimpan kekesalan terhadap ibunya. Itu karena meski sang ibu memanjakannya, ia tak pernah bisa melawan kekerasan yang dilakukan oleh sang ayah.

Ketika Alois meninggal pada tahun 1903, Hitler yang saat itu berusia 13 tahun, merasa lega. Namun, kebebasan dari kekangan ayahnya tidak serta-merta membuat hidupnya lebih baik. Tanpa figur otoritas yang kuat, Hitler mulai menunjukkan sikap memberontak dan sulit diatur.

Pendidikannya juga tidak berjalan mulus. Meski ibunya berharap ia bisa berprestasi di sekolah, Hitler justru menunjukkan ketidaktertarikan pada pelajaran akademis. Nilai-nilainya buruk, kecuali dalam mata pelajaran seni, terutama menggambar.

Tonton Juga :  Pengukuhan Ki Wirawangsa

Minatnya pada seni tidak disetujui oleh ayahnya. Semasa hidup, sang ayah menginginkannya menjadi pegawai negeri seperti dirinya. Ketidakmampuan Hitler untuk memenuhi harapan ayahnya inilah yang ditenggarai menjadi sebab semakin buruknya hubungan mereka.

Berbagai didikan keras yang dilakukan sang ayah itu membekas dan menjadi karakter bagi Hitler. Konon, ia kerap bersikap agresif terhadap saudara perempuannya, Paula. Hitler disinyalir sering memukuli paula ketika ia tidak menuruti apa yang diinginkannya atau sesekali saat Paula melakukan kesalahan.

Faktor lain yang membentuk kepribadian Hitler adalah kegagalannya dalam mengejar cita-cita sebagai seniman. Setelah kematian ibunya pada tahun 1907, Hitler lalu pindah ke Wina dengan harapan bisa diterima di Akademi Seni Wina. Namun, ia ditolak dua kali. Walhasil, Hitler frustrasi dan kecewa. Hidup di Wina sebagai tunawisma dan miskin memperburuk kondisi mentalnya. Di kota ini, Hitler mulai mengembangkan pandangan anti-Semit dan nasionalisme ekstrem yang kelak menjadi dasar ideologi Nazi.

Masa kecil dan remaja Hitler penuh dengan kekerasan, penolakan, dan kekecewaan. Pengalaman-pengalaman inilah yang membentuknya menjadi seorang yang keras, ambisius, dan tidak memiliki empati. Bisa dibilang, Hitler adalah produk dari lingkungan yang penuh kekerasan dan ketidakstabilan, yang akhirnya membentuknya menjadi salah satu tokoh paling kejam dalam sejarah manusia. (Ersuwa)

zvr
Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?
%d blogger menyukai ini: