Historia

Pilu Akhir Kisah Bung Karno, Sang Proklamator itu Hidup Miskin di Wisma Yaso

Bung Karno di akhir masa kekuasaannya. | Soekarno.org

JAKARTA | Priangan.com – Kehidupan Soekarno, sang proklamator dan presiden pertama Republik Indonesia adalah kisah besar yang dihiasi gemerlap kemenangan, namun sayang, di akhir kisah itu harus ditutup dengan sepi dan kesunyian yang mencabik batin. Ia pernah menjadi pusat semesta, orator ulung yang suaranya menggetarkan bumi Nusantara, tapi pada akhirnya, ia menyaksikan dunia menjauh dari pinggiran jendela tempat tahanannya sendiri.

Pasca tergesernya kekuasaan dari tangannya, kehidupan Bung Karno berubah drastis. Dari sosok yang dielu-elukan rakyat, menjadi seorang tahanan rumah, dikurung dalam diam dan dipinggirkan dari urusan negara yang dahulu ia bentuk dengan darah dan semangat. Di Wisma Yaso, tempat tinggal yang lebih menyerupai penjara berselimut formalitas, hari-harinya mengalir lambat. Ia tak lagi dikelilingi oleh pembesar,hanya ada kesunyian yang menemaninya.

Dalam kondisi seperti itu, kebutuhan dasarnya tak terpenuhi dengan layak. Dikisahkan, pernah satu pagi ia minta sarapan roti seperti biasa, namun permintaan itu tak dipenuhi. Roti yang biasa ia makan tak pernah lagi tersaji. Bahkan, sepiring nasi dengan kecap yang ia minta sebagai pengganti roti pun tak dapat ia nikmati.

Walau begitu, keteguhan hatinya tak pernah pudar. Meski tubuhnya makin renta dan hidupnya makin dibatasi, ia tak pernah melawan. Soekarno memilih untuk menahan luka, percaya bahwa kehancuran dirinya jauh lebih baik daripada perpecahan bangsa yang begitu ia cintai.

Tak cuma itu, pasca lengser dari jabatannya sebagai seorang presiden, keadaan ekonomi pribadinya pun nyaris tragis. Soekarno yang pernah berdiri sejajar dengan pemimpin-pemimpin besar dunia itu, konon bahkan harus meminjam uang untuk kebutuhan anaknya. Yurike Sanger, istri muda yang menemaninya di masa-masa akhir, menjadi saksi bagaimana sang pemimpin besar itu harus merendahkan diri demi pinjaman dua juta rupiah. Nilai yang besar kala itu, namun sangat kecil jika dibandingkan dengan besarnya jasa dan pengorbanannya bagi tanah air.

Tonton Juga :  Seekor Anjing Juga Bisa Jadi Pahlawan, Berikut Kisahnya

Isu tentang harta karun miliaran rupiah yang konon disimpan di luar negeri hanya menjadi ironi dalam cerita hidupnya. Tak ada kemewahan, tak ada kekayaan yang diwariskan. Yang tertinggal hanyalah warisan berupa kemerdekaan, nilai-nilai perjuangan, dan nama besar yang tak pernah benar-benar tenggelam meski raganya telah lama tiada.

Penderitaan Soekarno di masa mudanya pun tak bisa dilupakan. Ia pernah merasakan jeruji besi penjara Sukamiskin yang dingin dan kejam. Di sana, ia tidur di atas papan kayu keras, makan dalam enam menit layaknya narapidana, dan menjalani hari-hari dalam pengawasan ketat. Namun dari sanalah terbentuk ketangguhan, dari situ pula muncul karakter baja yang kelak menuntun bangsa ini menuju gerbang kemerdekaan.

Pengalaman hidup dalam derita itulah yang tak pernah benar-benar hilang dari dirinya. Bahkan, saat istana telah menyediakan kasur empuk, ia lebih memilih tidur di lantai untuk mengenang kembali masa sulit yang justru membuatnya kuat.

Akhir hidupnya adalah lembaran suram dalam buku besar sejarah Indonesia. Di mana seorang pemimpin besar yang pernah membangkitkan semangat bangsa, perlahan dilupakan, diringkus oleh politik, dan dibiarkan menua dalam kesendirian. Namun, justru dari kesunyian itu, ia tetap menjadi simbol kekuatan yang tak lekang oleh waktu. Bukan karena kekayaan atau kekuasaan, tetapi karena cinta yang tulus kepada bangsanya, bahkan hingga napas terakhirnya. (Wrd)

zvr
Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?
%d blogger menyukai ini: