Kisah Lahirnya Pancasila dari Kesunyian Ende

JAKARTA | Priangan.com – Setiap tanggal 1 Juni, bangsa Indonesia memperingati Hari Lahir Pancasila. Tanggal ini bukan sekadar penanda sejarah, tetapi menjadi momen refleksi tentang fondasi utama yang membentuk jati diri dan arah perjalanan negara. Di balik kelahiran lima sila yang kini tertanam dalam sendi kehidupan berbangsa, terdapat kisah panjang dan mendalam dari seorang tokoh besar, Bapak Ir.Sukarno.

Pancasila tidak hadir begitu saja dalam pidato bersejarah di sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 1 Juni 1945. Gagasan itu lahir dari pergulatan batin dan pemikiran panjang Sukarno selama masa pengasingannya di Ende, Nusa Tenggara Timur. Di kota kecil yang jauh dari pusat kekuasaan kolonial itu, Sukarno menjalani perenungan dan kehidupan yang sunyi.

Pada 14 Januari 1934, Sukarno tiba di Ende bersama istrinya, Inggit Garnasih, ibu mertuanya, Ibu Amsi, dan anak angkatnya, Ratna Djuami. Mereka menempati rumah tahanan di Kampung Ambugaga. Pengasingan itu adalah strategi Belanda untuk meredam pengaruh politik Sukarno, dengan menjauhkannya dari para pengikut dan lingkaran pergerakan.

Namun, keterpencilan itu justru memberi ruang baru bagi Sukarno untuk menyelami gagasan-gagasan besar tentang bangsa, agama, dan kemanusiaan.

Hari-harinya di Ende diisi dengan membaca buku, berkebun, melukis, dan menulis naskah drama. Dalam kesunyian itu pula, Sukarno memperluas pandangannya dengan berdiskusi lewat surat dengan tokoh Islam T. A. Hassan di Bandung serta menjalin persahabatan dengan pastor Pater Huijtink. Melalui dialog lintas keyakinan ini, ia semakin memahami pentingnya keberagaman dalam kehidupan berbangsa.

Salah satu tempat favoritnya untuk merenung adalah di bawah pohon sukun yang menghadap langsung ke laut. Setiap Jumat malam, ia berjalan sejauh 700 meter dari rumahnya ke lokasi itu. Di sanalah, Sukarno mengaku mendapatkan ilham yang membentuk kerangka Pancasila.

Lihat Juga :  Bukan Cuma Sekarang, Fenomena Artis Turun Aksi ke Jalan Sudah Ada Sejak Dulu

Ia menyebut tempat itu sebagai ruang spiritual yang mempertemukannya dengan kekuatan alam dan kebesaran Tuhan. Gelombang laut yang tak pernah berhenti menghantam pantai menjadi simbol dari semangat perjuangan yang abadi, sebuah revolusi yang tidak memiliki titik akhir.

Lihat Juga :  Ambisi Tersembunyi Rusia: Membangun 'California' Asia di Masa Demam Emas

Ketika menjabat sebagai Presiden, Sukarno kembali mengunjungi Ende pada tahun 1950. Ia tak lupa kembali ke bawah pohon sukun, tempat di mana benih Pancasila ia temukan. Meski pohon asli itu mati pada 1970-an, pemerintah daerah menanam pohon pengganti di lokasi yang sama. Sejak 1980-an, pohon itu dikenal sebagai Pohon Pancasila, sebagai penghormatan terhadap tempat kelahiran gagasan dasar negara.

Perlu diingat, hari ini bukan hanya sekadar peringatan formal, tetapi juga pengingat bahwa Pancasila lahir dari renungan mendalam, kesunyian, dan kecintaan yang tulus terhadap bangsa. Dari sebuah kota kecil di timur Indonesia, lahirlah dasar negara yang hingga kini menjadi penuntun perjalanan Indonesia dalam menghadapi zaman. (LSA)

Lain nya

Latest Posts

Most Commented

Featured Videos