MAGETAN | Priangan.com – Lukas Kustaryo adalah salah satu pejuang kemerdekaan yang paling ditakuti oleh tentara Belanda di masa Revolusi Indonesia. Lahir di Magetan, Jawa Timur, pada tahun 1920, ia dikenal sebagai sosok yang cerdik dan licin.
Berbagai strategi gerilya yang pernah ia lakukan, selalu berhasil mengecoh lawan dalam hal ini tentara Belanda. Sepanjang masa perjuangan, Lukas kerap beraksi di kawasan Karawang hingga bekasi.
Ada beberapa trik yang selalu Lukas terapkan ketika melancarkan gerilya. Salah satunya adalah melakukan serangan mendadak pada saat malam. Luka menggunakan suasana gelap untuk berkamuflase sebagai tentara belanda, dengan cara-cara semacam ini, ia berkali-kali berhasil menyerang dan menguasai pos-pos strategis milik Belanda.
Salah satu aksinya yang paling terkenang adalah ketika ia membajak kereta api yang membawa logistik dan amunisi untuk pasukan Belanda. Kala itu, Lukas tiba-tiba melakukan penyerangan setelah sebelumnya menyamar sebagai tentara Belanda.
Kejadian ini membuat para tentara Belanda semakin naik pitam. Bahkan, pada saat itu mereka sempat memblokade jalur untuk menemukan persembunyian Lukas bersama pasukan Gerilyanya. Namun sayang, upaya itu sia-sia lantaran Lukas bersama pasukannya tetap berhasil lolos.
Sebagai komandan yang memimpin Kompi Siliwangi Karawang-Bekasi, Lukas juga punya kepemimpinan yang luar biasa. Pasukannya dikenal sebagai bagian dari Brigade III/Kian Santang di bawah pimpinan Letkol Sidik Brotoatmodjo. Lukas dan rekan-rekannya sering melakukan operasi di desa-desa sekitar Rengasdengklok dan Rawagede. Lokasi yang tak jarang menjadi tempat berlindung para pejuang sekaligus medan pertempuran yang membuat Belanda frustrasi.
Ada hal menarik dari sosok yang satu ini. Saking seringnya Belanda dibuat geram, mereka sampai-sampai melancarkan aksi perburuan yang cukup kelewatan. Untuk memburu Lukas, Belanda tercatat pernah mengerahkan tank-tank mereka. Alutsista berat itu disimpan di sepanjang jalan desa Rawagede untuk melakukan penyisiran.
Tak hanya itu, saking belutnya sosok Lukas, Belanda bahkan hingga mengeluarkan sayembara. Kepalanya dihargai sebesar 10 Gulden. Meski demikian, Lukas selalu berhasil menghindari pengepungan dengan bersembunyi di desa Pasirawi, sekitar dua kilometer dari lokasi pencarian.
Sayangnya, kegagalan menangkap Lukas itu membuat Belanda melampiaskan kemarahannya kepada warga sipil. Mereka akhirnya melakukan pembantaian di Rawagede. Ratusan orang tercatat tewas. Kebanyakan adalah remaja laki-laki. Kekejaman ini pun jadi salah satu catatan hitam dalam sejarah penjajahan di Indonesia.
Lukas Kustaryo kemudian melanjutkan perjuangannya hingga kemerdekaan Indonesia diakui secara penuh. Pasca masa revolusi, ia mengabdikan diri sebagai seorang prajurit dan menjadi simbol keberanian dalam melawan ketidakadilan. Lukas tercatat meninggal dunia pada 8 Juni 1997 di Cipanas, Jawa Barat, pada usia 76 tahun.
Meski ada banyak kiprah yang telah ia berikan pada masa-masa perjuangan, sosoknya masih kurang dikenal. Ia bahkan tak tercatat sebagai salah satu pahlawan nasional. (ersuwa)