MANHATTAN | Priangan.com – Tidak ada seorang pun yang bisa menggantikan peran orang tua dalam membesarkan anak-anak mereka. Lebih dari itu, cara pengasuhan di abad ke-20 memiliki keunikan tersendiri, salah satunya penggunaan kandang bayi yang dipasang di ambang jendela apartemen.
Di tengah lingkungan perkotaan yang penuh asap dan gedung-gedung beton, para orang tua mencari cara agar anak-anak mereka tetap mendapatkan sinar matahari dan udara segar. Solusi yang mereka temukan mungkin terdengar mengejutkan, yaitu menggantung bayi di luar jendela dalam kandang kawat.
Kandang bayi ini benar-benar seperti namanya, terbuat dari kawat besi dan cukup besar untuk menampung seorang bayi. Namun, yang paling mencengangkan adalah lokasinya yang menggantung di luar jendela gedung tinggi. Tidak ada perabot lain di dalamnya, hanya ruang terbuka dengan akses penuh terhadap cahaya dan udara.
Meskipun terdengar menakutkan, bagi banyak orang tua pada masa itu, cara ini dianggap lebih baik daripada membesarkan bayi di apartemen sempit dan pengap.
Pada tahun 1906, Eleanor Roosevelt, pernah mencoba praktik ini. Ia menggantung bayinya, Anna, di luar jendela rumah mereka di East 36th Street, Manhattan, menggunakan kandang bayi dari kawat ayam. Namun, ide tersebut langsung mendapat penolakan keras. Para tetangga hampir melaporkannya ke Masyarakat untuk Pencegahan Kekejaman terhadap Anak.
Meski saat itu belum populer, pada tahun 1937, konsep serupa justru semakin dikenal di London. Chelsea Baby Club mulai mendistribusikan kandang bayi kepada anggota yang tinggal di gedung-gedung tinggi tanpa akses ke taman. Ini dianggap sebagai solusi untuk memberikan anak-anak udara segar.
Inspirasi penggunaan kandang bayi ini kemungkinan berasal dari buku “The Care and Feeding of Children” (1894) karya Dr. Luther Emmett Holt. Dalam bukunya, Holt menekankan pentingnya menjemur bayi untuk memperbaiki dan memperbarui kualitas darah mereka. Ia meyakini bahwa bayi yang sering terpapar udara segar akan memiliki nafsu makan lebih baik, pencernaan yang sehat, serta pipi yang merona.
Namun, bagi keluarga di kota dengan gang sempit dan jalur padat, mendapatkan udara segar bukanlah hal mudah. Karena itu, para orang tua mulai mencari cara kreatif untuk mengakomodasi kebutuhan ini.
Pada tahun 1920, Louis Fischer dalam bukunya “The Health-Care of the Baby” menyebutkan sebuah perangkat seperti kandang yang dirancang untuk bayi di lingkungan perkotaan dengan ruang terbatas. Beberapa tahun kemudian, pada 1922, Emma Read dari Spokane, Amerika Serikat, merealisasikan ide ini dengan mengajukan paten untuk kandang bayi portabel.
Kandang ini dirancang dengan tirai yang bisa ditarik ke bawah untuk melindungi bayi dari angin dingin saat tidur siang. Saat bayi terbangun, tirai bisa dibuka untuk membiarkan udara segar masuk. Atapnya dibuat miring dengan lapisan tumpang tindih agar melindungi bayi dari salju. Paten untuk desain ini resmi diberikan pada tahun berikutnya.
Pada 1930-an, tren kandang bayi semakin berkembang di London. Ironisnya, meskipun konsep ini lahir di Amerika Serikat, justru masyarakat Inggris yang lebih banyak mengadopsinya.
Namun, seiring berjalannya waktu, kesadaran akan faktor keselamatan meningkat. Memasuki akhir abad ke-20, kekhawatiran terhadap risiko jatuh dan potensi bahaya lainnya menyebabkan kandang bayi ini perlahan kehilangan popularitasnya. Kebutuhan untuk menjaga anak tetap aman menjadi prioritas utama, sehingga metode yang dulunya dianggap inovatif akhirnya ditinggalkan. (Lsa)