JAKARTA | Priangan.com – Rencana Donald Trump untuk kembali memberlakukan tarif tinggi terhadap negara mitra dagang utama Amerika Serikat dinilai bisa berdampak signifikan terhadap harga produk-produk teknologi, termasuk iPhone. Jika kebijakan ini diterapkan secara penuh, harga iPhone terbaru diperkirakan dapat melesat hingga Rp 38 juta per unit.
Langkah tersebut merupakan bagian dari upaya Trump untuk menarik kembali aktivitas manufaktur ke dalam negeri. Namun, kebijakan ini justru berpotensi menekan perusahaan-perusahaan besar seperti Apple, yang selama ini mengandalkan jalur produksi global di sejumlah negara Asia seperti China, India, Vietnam, dan Thailand.
Apple sebenarnya sudah mengantisipasi risiko geopolitik dengan memindahkan sebagian lini produksinya dari China ke negara lain. Produk seperti iPhone, AirPods, dan Mac kini dirakit di India, Vietnam, dan Malaysia. Sayangnya, strategi diversifikasi itu terancam tak efektif lagi jika semua negara tersebut juga terkena tarif tambahan.
“Ketika Anda melihat tarif ke negara-negara seperti Vietnam, India, dan Thailand, tempat Apple mendiversifikasi rantai pasokannya, tidak ada tempat melarikan diri,” ujar analis Morgan Stanley, Erik Woodring, seperti dilansir Kompas.com pada Sabtu, 5 April 2025.
Tekanan terhadap Apple pun mulai terasa di pasar saham. Perusahaan teknologi raksasa itu mengalami penurunan nilai saham lebih dari 9% hanya dalam satu hari. Para analis memperkirakan Apple harus memilih antara menyerap biaya tambahan tersebut atau menaikkannya ke harga jual produk.
Daniel Ives, analis dari Wedbush Securities, menyebutkan bahwa iPhone terbaru bisa dijual dengan harga mencapai USD 2.300 atau setara Rp 38 juta.
“Kenaikan ini bisa jadi pukulan berat bagi konsumen yang sudah tertekan oleh inflasi,” kata Ives.
Produksi iPhone yang mencapai ratusan juta unit per tahun sebagian besar masih bergantung pada pabrik di China. Jika seluruh komponen dan proses perakitan terkena tarif tinggi, maka tak hanya iPhone seri premium yang terdampak. Model yang lebih terjangkau pun akan mengalami lonjakan harga signifikan.
Di sisi lain, rencana Apple untuk memindahkan manufaktur ke Amerika Serikat dinilai belum realistis dalam jangka pendek.
“Kenyataannya akan makan waktu tiga tahun dan USD 30 miliar hanya untuk memindahkan 10 persen dari rantai pasokan,” tambah Ives.
Jika tarif tinggi ini benar-benar diberlakukan, dampaknya bukan hanya terasa di Amerika Serikat. Harga iPhone di pasar global termasuk Indonesia pun bisa ikut melonjak, seiring meningkatnya ongkos impor dan distribusi. (Wrd)