TASIKMALAYA | Priangan.com – Hak interpelasi kini menjadi opsi serius yang tengah dipertimbangkan oleh DPRD Kota Tasikmalaya terhadap Wali Kota Viman Alfarizi Ramdhan. Langkah ini muncul sebagai respons atas lambannya pembenahan birokrasi dan ketiadaan kejelasan arah kebijakan strategis yang dinilai berdampak luas terhadap pelayanan publik.
Ketua Fraksi PKB DPRD Kota Tasikmalaya, Asep Endang M. Syam, menegaskan bahwa interpelasi bukan bentuk permusuhan atau langkah pemakzulan, tetapi merupakan mekanisme konstitusional untuk mencari kejelasan atas kebijakan eksekutif.
“Kalau terus seperti ini, ya sudah. Kita interpelasi. Tapi jangan digiring ke isu pemakzulan. Interpelasi itu investigasi, bukan makjul-makjulan,” kata Asep dalam wawancara khusu dengan Priangan.com, Senin (1/7/2025).
Menurut Asep, masyarakat kerap salah memahami interpelasi sebagai bentuk perlawanan politik. Padahal, berdasarkan PP Nomor 12 Tahun 2018 Pasal 70-72, interpelasi adalah hak individu DPRD untuk meminta penjelasan atas kebijakan yang berdampak langsung ke publik namun tidak memiliki kejelasan eksekusi.
“Ini upaya investigatif. Kita ingin tahu kenapa birokrasi lambat, apa hambatannya, dan bagaimana solusinya. Ending-nya bukan pemakzulan, tapi kesepakatan: apakah kita buat SOP bersama, Perwal, atau keputusan DPRD,” jelasnya.
Asep menyebut banyak kebijakan strategis yang mandek. Lambatnya pembentukan RPJMD, tidak selesainya struktur perangkat daerah, dan tarik-menarik dalam penempatan jabatan memperlihatkan birokrasi yang tidak sehat. Ia bahkan menyindir, kota ini seperti “mesin Pentium 1 di era quad core.”
“Kita ini katanya mau jadi kota maju, tapi pondasinya nggak dibenahi. Ini yang membuat DPRD khawatir. Karena rakyat butuh kerja nyata, bukan janji manis,” katanya.
Menurutnya, DPRD sudah mengajukan nota komisi dan melakukan pembahasan awal sejak 23 Juni lalu. Jika tak ada respons dari pihak eksekutif dalam waktu dekat, DPRD bisa saja memberikan ultimatum formal.
Asep menepis anggapan bahwa DPRD memiliki kepentingan politik di balik interpelasi ini. Ia menyatakan bahwa interpelasi adalah bagian dari fungsi pengawasan terhadap jalannya pemerintahan daerah.
“Kami tidak ada kepentingan menjatuhkan siapa pun. Ini bukan untuk Wali Kota, bukan untuk saya, tapi untuk masyarakat,” tegasnya.
Ia juga menilai bahwa kritik tidak boleh dimaknai sebagai kebencian. Justru, menurutnya, kritik adalah bagian penting dari demokrasi yang sehat.
“Saya tidak pernah mengalami intimidasi fisik atau verbal, tapi secara diplomatis memang ada upaya membatasi ruang kritik. Kritik itu gizi demokrasi. Jangan dimusuhi,” tuturnya.
Asep menekankan bahwa hak interpelasi bukan tujuan akhir. Namun, jika Wali Kota tetap lamban mengambil langkah konkret, maka DPRD tidak akan tinggal diam.
“Kalau eksekutif masih lelet, DPRD harus bersikap. Kami akan terus dorong agar penataan birokrasi, RPJMD, dan struktur pemerintahan segera diselesaikan. Ini bukan soal politik elite, tapi soal masa depan kota ini,” pungkasnya. (yna)