TASIKMALAYA | Priangan.com – Ratusan penambang dari Kecamatan Karangjaya, Kabupaten Tasikmalaya, menggelar unjuk rasa di halaman Kantor Cabang Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Wilayah VI Tasikmalaya, Kamis (22/5/2025).
Aksi ini diinisiasi oleh Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APRI) Tasikmalaya sebagai respons terhadap penangkapan dua warga yang diduga melakukan penambangan emas tanpa izin.
Koordinator aksi, Hendra Bima, menyampaikan bahwa penambang mendesak kepastian dari Dinas ESDM terkait penerbitan dokumen perizinan reklamasi tambang dalam.
Ia menyebut lambatnya proses administratif telah menghambat penyusunan dokumen teknis dan lingkungan yang menjadi syarat pengajuan Izin Pertambangan Rakyat (IPR).
Menurut Hendra, sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 174 Tahun 2024, pemerintah seharusnya juga mengakomodasi reklamasi tambang dalam, bukan hanya tambang luar.
Ia menegaskan bahwa keterlambatan pemberian izin berdampak langsung pada keamanan para penambang yang terancam jerat hukum akibat belum legalnya aktivitas mereka.
Selain menuntut kejelasan perizinan, massa aksi juga meminta pembebasan dua rekan mereka yang diamankan aparat kepolisian atas dugaan penambangan ilegal di wilayah Blok Cilutung dan Blok Citunun, Kecamatan Karangjaya. Keduanya saat ini masih dalam proses hukum di Polres Tasikmalaya Kota.
Sebelumnya, Kapolres Tasikmalaya Kota AKBP Moch Faruk Rozi sebelumnya menyampaikan bahwa penindakan terhadap aktivitas tambang ilegal di kawasan hutan milik Perhutani dilakukan berdasarkan penyelidikan yang telah berlangsung sejak 2024.
Ia menjelaskan bahwa para tersangka melakukan penambangan secara tradisional tanpa mengantongi izin resmi dan tanpa memperhatikan aspek keselamatan kerja.
Dua tersangka yang ditangkap berinisial SH (50) dan JP (49), masing-masing diamankan di lokasi berbeda dalam satu kawasan. Polisi juga menyita peralatan tambang dan bahan kimia sebagai barang bukti. Keduanya dijerat Pasal 158 jo Pasal 35 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara dan denda hingga Rp100 miliar.
Polisi menegaskan bahwa langkah ini merupakan bagian dari upaya penegakan hukum terhadap praktik tambang ilegal yang dinilai merugikan negara serta membahayakan lingkungan dan keselamatan warga. (yna)