TASIKMALAYA | Priangan.com — Rencana Pemerintah Kota Tasikmalaya untuk memangkas anggaran pokok-pokok pikiran (pokir) DPRD memicu penolakan keras dari kalangan dewan. Langkah efisiensi yang dilakukan Pemkot sebagai dampak dari pemotongan dana transfer pusat sebesar Rp220 miliar itu dinilai tidak adil dan berpotensi menghambat penyaluran aspirasi masyarakat.
Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Tasikmalaya, Tedi Setiadi, menjelaskan bahwa Pemkot terpaksa melakukan penyesuaian anggaran besar-besaran setelah terjadi pemotongan dana transfer dari pemerintah pusat. Sejumlah kegiatan pembangunan, termasuk alokasi pokir DPRD, harus dievaluasi ulang.
“Efisiensi ini harus menyeluruh. Tidak hanya program OPD, tetapi juga pokir DPRD yang perlu disesuaikan dengan kondisi fiskal terkini agar keuangan daerah tetap terkendali,” kata Tedi, Selasa (4/11/2025).
Namun, pernyataan itu langsung menuai reaksi dari kalangan legislatif. Anggota DPRD Kota Tasikmalaya dari Fraksi PDI Perjuangan, Kepler Sianturi, menilai kebijakan Pemkot yang menyasar pokir dewan sebagai langkah efisiensi adalah bentuk ketidakadilan dan mengabaikan fungsi representasi rakyat.
“Pokir bukan anggaran pribadi anggota dewan. Itu adalah hasil aspirasi masyarakat yang kami serap di daerah pemilihan masing-masing. Kalau pokir dipangkas, berarti suara rakyat yang teredam,” ujar Kepler di gedung DPRD Kota Tasikmalaya.
Menurutnya, Pemkot seharusnya melakukan efisiensi di pos belanja yang tidak produktif, bukan memangkas program hasil aspirasi warga. Ia mencontohkan, banyak pokir yang dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur kecil seperti perbaikan jalan lingkungan, drainase, sarana ibadah, dan bantuan sosial masyarakat.
“Program itu nyata dan langsung dirasakan masyarakat. Kalau dipangkas, dampaknya bukan ke dewan, tapi ke warga,” tegasnya.
Kepler juga menyoroti kurangnya transparansi eksekutif dalam menentukan arah kebijakan penghematan. Ia menilai Pemkot belum menjelaskan secara rinci pos-pos anggaran yang akan dikurangi maupun realokasi dana hasil efisiensi tersebut.
“Kami tidak menolak efisiensi. Tapi harus ada kejelasan dan keadilan. Jangan semua beban diarahkan ke pokir sementara pos lain aman-aman saja,” katanya.
Ia mendesak agar Pemkot melakukan pembahasan terbuka dengan DPRD sebelum keputusan pemangkasan pokir ditetapkan. “Kami akan minta penjelasan resmi dalam rapat berikutnya. Jangan sampai keputusan sepihak ini justru menimbulkan ketegangan antara eksekutif dan legislatif,” ujarnya.
Sementara itu, Tedi Setiadi memastikan langkah penghematan dilakukan secara terukur dan berdasarkan analisis kebutuhan riil. Menurutnya, situasi fiskal tahun ini sangat berat setelah dana transfer pemerintah pusat terpangkas hingga Rp220 miliar, sehingga Pemkot harus menyesuaikan seluruh komponen belanja.
“Kami berusaha menjaga agar program prioritas dan pelayanan dasar tetap berjalan. Tapi memang ada kegiatan yang harus ditunda, termasuk yang bersumber dari pokir DPRD,” jelas Tedi.
Ia menambahkan, Pemkot juga sedang menyiapkan strategi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk menutup kekurangan akibat pemotongan transfer. “Kita dorong potensi lokal, seperti pajak dan retribusi, agar tidak terlalu tergantung pada pusat,” katanya.
Namun, bagi sebagian anggota dewan, alasan fiskal itu belum cukup untuk membenarkan pemangkasan pokir. Mereka menilai kebijakan ini bisa merusak kepercayaan publik karena masyarakat akan menganggap dewan tidak mampu memperjuangkan aspirasi konstituennya.
“Kalau Pemkot mau efisiensi, ayo kita buka semuanya. Tapi jangan sampai rakyat yang dikorbankan,” tutup Kepler. (yna)

















