Bataviase Nouvelles: Lembar Pertama Pers yang Mengguncang VOC

JAKARTA | Priangan.com – Di tengah hiruk-pikuk Batavia abad ke-18, informasi adalah barang mewah yang tidak mudah didapat. Para pejabat, pedagang, dan prajurit Eropa yang menetap di Hindia Timur hidup dalam dunia yang terpisah ribuan kilometer dari negeri asal mereka. Kabar tentang situasi politik di Eropa, pergerakan armada laut, atau bahkan berita keluarga, hanya bisa diperoleh dari kapal-kapal yang singgah di pelabuhan setelah menempuh perjalanan berbulan-bulan melintasi samudra. Ketika kapal datang tanpa membawa berita, orang-orang tetap melanjutkan hidup seperti biasa, seolah tak ada yang perlu dikhawatirkan. Dunia bergerak lambat dan keingintahuan harus menunggu angin dan ombak menyampaikannya.

Di tengah situasi itulah, kehadiran ‘Bataviase Nouvelles en Politique Raisonnementen’ menjadi fenomena penting. Surat kabar ini menjadi yang pertama terbit di Hindia Timur dan menawarkan sesuatu yang baru. Kabar yang lebih teratur, aktual, dan disusun dengan format jurnalistik.

Surat kabar ini mulai terbit pada 10 Agustus 1744 atas inisiatif Jan Erdman Jordens, seorang saudagar muda sekaligus kerani pertama di kantor Gubernur Jenderal VOC. Dengan restu dari Gubernur Jenderal Baron van Imhoff, Jordens memulai eksperimen penerbitan secara berkala, dan hasilnya disambut baik. Ia bahkan memperoleh hak paten selama tiga tahun, yang menunjukkan bahwa proyek ini dianggap sah dan menjanjikan secara administratif.

Bataviase Nouvelles tidak hanya menyajikan kabar rutin seperti kelahiran, kematian, atau keberangkatan kapal. Ia juga memuat informasi politik, pembangunan gereja, pemakaman tokoh penting, bahkan iklan yang kadang bernuansa pribadi. Koran ini sempat menjadi semacam jendela kecil yang menghubungkan Batavia dengan dunia luar.

Namun, usia surat kabar ini tidak panjang. Penerbitannya justru mengusik para petinggi VOC di Belanda.

Lihat Juga :  Perang Dagang AS-Cina Memanas, Trump Naikan Tarif 245% Terhadap Cina

Secara diam-diam, salinan edisi Bataviase Nouvelles dikirim oleh seorang penggali kubur bernama Kees Bliek kepada saudaranya di Amsterdam, Tjeert Bliek, yang memiliki toko buku. Edisi-edisi itu kemudian diterbitkan ulang dalam bentuk ringkasan oleh Oostindische Nouvelles dan tersebar luas di Belanda.

Akibatnya fatal, De Heeren Zeventien yang merupakan dewan tertinggi VOC, menganggap isi koran ini membahayakan kepentingan perusahaan, terutama dalam menjaga monopoli dan kerahasiaan dagang di wilayah timur.

Pada 20 November 1745, mereka mengirim surat perintah pelarangan kepada van Imhoff. Namun, karena jarak tempuh surat dari Belanda ke Batavia memakan waktu lama, perintah baru bisa tahun setelahnya, pada Juni 1746. Edisi terakhir Bataviase Nouvelles pun terbit pada tanggal 20 di bulan itu.

Lihat Juga :  PM Italia Menemui Trump di Gedung Putih, Trump Minta Naikan Belanja Militer Italia

Sebelum koran pertama itu hadir, penyebaran berita di Hindia Timur sangat bergantung pada salinan tangan dari surat kabar Eropa. Pada masa Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen, berita-berita dari Belanda, London, Frankfurt, hingga Milan disalin oleh staf kantor VOC dan dikirim ke pos-pos dagang VOC di wilayah lain. Salinan ini dikenal sebagai ‘Memorie der Nouvelles’.

Meskipun bentuknya sangat sederhana, ia menjadi sumber informasi utama bagi para pejabat dan pedagang yang tersebar di wilayah kolonial. Upaya mencetak salinan ini sempat dirintis pada 1668, tetapi langsung ditentang dan akhirnya dilarang secara resmi oleh De Heeren Zeventien pada 1672.

Kembalinya dunia pers ke Hindia Belanda membutuhkan waktu yang sangat lama. Baru sekitar 90 tahun kemudian, tepatnya pada 1837, terbit surat kabar swasta bernama ‘Soerabaya Courant’ yang membuka kembali lembaran sejarah pers di tanah jajahan. Sejak saat itu, surat kabar mulai tumbuh menjadi bagian penting dari dinamika sosial dan politik masyarakat kolonial.

Lihat Juga :  Simbol dalam Sejarah Tahta Suci Gereja: Sepatu Merah dan Spiritualitas

Kisah Bataviase Nouvelles menjadi penanda penting dalam sejarah komunikasi di Nusantara. Ia hadir dari kebutuhan akan informasi yang cepat dan terpercaya, namun tumbang karena ketakutan kekuasaan terhadap keterbukaan. Dari pengalaman singkat itu, kita belajar bahwa betapapun arus informasi dibatasi dan diawasi, selalu menemukan jalannya untuk mengalir, bahkan di tengah penjajahan dan sensor. (LSA)

Lain nya

Latest Posts

Most Commented

Featured Videos