Jejak Rel di Tanah Kolonial: Awal Mula Kereta Api di Jawa

SEMARANG | Priangan.com – Sebuah alat transportasi yang melaju dengan suara menderu, mengeluarkan asap pekat, dan bergerak di atas rel baja yang belum pernah dilihat sebelumnya oleh masyarakat pribumi. Bagi sebagian orang di tanah Jawa pada akhir abad ke-19, alat itu tampak seperti makhluk asing, menakjubkan sekaligus menakutkan. Inilah awal perjumpaan masyarakat Hindia Belanda dengan kereta api, simbol modernitas yang dibawa oleh kekuasaan kolonial.

Namun, kereta api tidak hadir begitu saja. Ia lahir dari perubahan besar dalam struktur ekonomi dan politik kolonial. Agrarische Wet 1880 menjadi tonggak penting dalam sejarah ekonomi Hindia Belanda. Kebijakan ini tidak hanya meningkatkan pendapatan pemerintah kolonial, tetapi juga secara perlahan membuka jalan bagi masuknya pemerintahan bercorak liberal.

Perubahan ini membawa masyarakat Hindia Belanda memasuki fase kehidupan baru. Sektor perkebunan dan pertambangan menjadi motor utama penggerak ekonomi serta sumber komoditas ekspor bagi pemerintah kolonial.

Untuk mendukung pertumbuhan pesat kedua sektor tersebut, pemerintah Belanda membangun berbagai prasarana transportasi. Salah satunya adalah pengembangan moda kereta api.

Kereta api memiliki peran penting dalam mengangkut hasil bumi dari wilayah pedalaman menuju pelabuhan-pelabuhan besar di pantai utara Jawa. Contohnya adalah pelabuhan Tanjung Mas di Semarang dan Tanjung Priok di Jakarta.

Menurut Yusi Ratnawati dalam ‘Journal of Indonesian History ‘ tahun 2015, pembangunan jalur kereta api di Jawa berkaitan erat dengan kebutuhan pengangkutan barang hasil produksi. Terutama dari sektor perkebunan dan pertanian.

Peningkatan hasil produksi pertanian dan perkebunan mendorong pemerintah Hindia Belanda memperluas jaringan transportasi darat. Fokusnya adalah wilayah pedalaman, khususnya di Jawa Tengah.

Kereta api dipilih karena mampu mengangkut barang dalam jumlah besar dengan biaya murah. Selain itu, waktu tempuhnya lebih singkat dibandingkan moda transportasi lain.

Lihat Juga :  Di Balik Kegelapan London: Kisah Link-Boy, Pembawa Obor Abad Pertengahan

Inilah yang menjadi alasan utama dibangunnya rel-rel kereta api di berbagai wilayah.

Pelopor perkeretaapian di Indonesia adalah NV Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM). Perusahaan swasta ini didirikan pada tahun 1862.

Berdasarkan konsesi dari pemerintah kolonial Belanda, NISM membangun jalur kereta api pertama yang menghubungkan Semarang dengan Vorstenlanden (Yogyakarta–Solo).

Pembangunan dimulai dari desa Kemijen di Semarang menuju Stasiun Tanggung di Purwodadi. Saat itu, Purwodadi masih menjadi bagian dari Vorstenlanden. Jalur ini menandai awal sejarah perkeretaapian di Semarang, bahkan di Indonesia.

Lihat Juga :  Menyingkap Luka Sejarah Kekejaman Revolusi: Kardinah, Adik Kartini, dan Kekejaman PKI

Pada masa awal operasionalnya, keberadaan kereta api menimbulkan rasa takut di kalangan masyarakat pribumi. Mereka menyebut kereta api sebagai “kendaraan hantu”.

Anggapan ini muncul dari kisah pembangunan jalur rel yang memakan banyak korban jiwa. Para pekerja yang meninggal dianggap sebagai tumbal demi kelancaran proyek.

Mitos ini mencerminkan ketegangan antara kemajuan teknologi kolonial dan pemahaman tradisional masyarakat lokal.

Meski demikian, jaringan rel kereta api memberi dampak besar terhadap ekonomi lokal. Hasil bumi dari wilayah pedalaman dapat disalurkan dengan cepat ke pelabuhan untuk diekspor.

Jalur Semarang-Vorstenlanden menjadi rute kereta api terbesar di Jawa. Kecepatan jelajahnya sekitar 30 kilometer per jam.

Seiring waktu, fungsi jalur ini tak lagi terbatas pada pengangkutan barang. Setelah Semarang menjadi Gementee atau kota otonom pada 1906, kereta juga difungsikan untuk angkutan penumpang.

Perubahan fungsi ini mendorong penambahan jumlah gerbong. Standar keselamatan juga ditingkatkan. Mobilitas masyarakat meningkat pesat. Dalam waktu sekitar tiga setengah jam, masyarakat sudah bisa bepergian dari Semarang ke Surakarta.
Keberhasilan trayek ini mendorong perluasan jalur ke daerah lain. Dari sinilah, perkeretaapian di Pulau Jawa berkembang pesat dan menjadi tulang punggung transportasi serta perekonomian pada masa kolonial. (LSA)

Lain nya

Latest Posts

Most Commented

Featured Videos