WASHINGTON, D.C | Priangan.com – Amerika Serikat mendorong pemerintah Lebanon untuk segera melucuti senjata kelompok Hizbullah dan milisi bersenjata lainnya yang masih beroperasi di negara tersebut. Seruan ini disampaikan langusng oleh utusan AS, Morgan Ortagus, pada Minggu 6 April 2025, di penghujung kunjungan resminya selama tiga hari ke Beirut.
Dalam lawatannya itu, Ortagus bertemu dengan sejumlah tokoh penting Lebanon, termasuk Presiden Joseph Aoun, Perdana Menteri Nawaf Salam, dan Ketua Parlemen Nabih Berri. Dorongan pelucutan senjata datang di tengah meningkatnya ketegangan di wilayah tersebut akibat rentetan serangan udara Israel terhadap sasaran-sasaran yang diduga milik Hizbullah di Lebanon, termasuk dua serangan besar di wilayah selatan Beirut.
Meski Hizbullah membantah terlibat dalam serangan roket ke wilayah Israel, situasi ini menambah kerentanan terhadap kesepakatan gencatan senjata yang sebelumnya dicapai pada akhir tahun lalu. Dalam kesepakatan tersebut, seluruh kelompok bersenjata di Lebanon diwajibkan menyerahkan senjatanya, dengan fokus awal pada wilayah selatan negara itu.
“Sudah jelas bahwa Hizbullah perlu dilucuti, dan bahwa Israel tidak akan tinggal diam terhadap aksi kekerasan dari kelompok teroris yang menargetkan wilayahnya,” ujar Ortagus.
Ia menambahkan, AS memahami pandangan Israel dan menyerukan komitmen penuh dari pemerintah Lebanon untuk menghentikan permusuhan secara menyeluruh.
Ketika ditanya mengenai batas waktu pelucutan senjata, Ortagus menegaskan bahwa hal itu harus dilakukan sesegera mungkin.
“Tidak ada jadwal yang ditetapkan secara spesifik, tetapi kami meyakini bahwa semakin cepat Angkatan Bersenjata Lebanon melucuti seluruh milisi, semakin cepat pula rakyat Lebanon dapat menikmati kebebasan,” tuturnya.
Menurut laporan dari sumber keamanan yang dikutip Reuters, sejak kesepakatan gencatan senjata disepakati pada November lalu, militer Lebanon telah menghancurkan ratusan gudang senjata milik kelompok bersenjata di wilayah selatan. Namun, Hizbullah tetap menolak pelucutan senjata secara nasional dan bersikukuh bahwa ketentuan gencatan senjata hanya berlaku untuk wilayah selatan.
Kelompok itu juga menyebut keberadaan pasukan Israel di beberapa titik perbukitan Lebanon sebagai pelanggaran utama terhadap kesepakatan yang berlaku. Perdebatan mengenai interpretasi kesepakatan ini menunjukkan betapa rumitnya proses pelucutan senjata di negara yang telah lama dilanda ketegangan politik dan konflik bersenjata. (Wrd)