JAKARTA | Priangan.com – Jalan raya selalu punya daya tarik tersendiri. Jalan terbentang luas, seolah mengundang siapa pun untuk berani menapakinya, menghadapi kejutan di setiap tikungan, dan menemukan cerita baru di setiap persinggahan. Di sanalah banyak perempuan membuktikan dirinya bahwa kebebasan, kemandirian, dan keberanian bukanlah sesuatu yang hanya bisa diperjuangkan oleh kaum laki-laki.
Awal abad ke-20 adalah masa ketika dunia masih memandang aneh perempuan yang berani mengendarai mobil. Saat itu, kendaraan roda empat tergolong barang mewah dan biasanya hanya dimiliki kaum pria dari kalangan berada. Budaya patriarki masih kuat, membuat banyak orang percaya bahwa tempat perempuan hanyalah di rumah, mengurus anak dan keluarga. Bahkan ada anggapan medis yang keliru, seolah-olah tubuh perempuan tidak cocok dengan getaran dan risiko berkendara. Mengemudi dianggap pekerjaan berbahaya, maskulin, dan sama sekali bukan ranah perempuan.
Karena itulah, apa yang dilakukan Alice Ramsey pada tahun 1912 menjadi begitu monumental. Ia menjadi perempuan pertama yang menempuh perjalanan lintas Amerika Serikat dengan mobil Maxwell bermesin 30 tenaga kuda. Hanya berbekal beberapa peta sederhana dan tekad yang luar biasa, ia melintasi ribuan kilometer jalan darat. Perjalanannya tidak hanya membuktikan bahwa perempuan mampu menguasai kemudi, tetapi juga menantang pandangan masyarakat yang mengekang peran perempuan.
Sejak itu, semakin banyak perempuan lain yang mengikuti jejaknya untuk menjelajah sendirian, melakukan tur lintas negara, atau sekadar menguji nyali. Mereka semua menunjukkan bahwa dengan peta dan impian, perempuan bisa melangkah sejauh mana pun yang mereka inginkan.
Istilah “road warrior” sendiri baru dikenal luas beberapa dekade setelah itu. Tahun 1985, film Mad Max Beyond Thunderdome memperkenalkan sosok tangguh yang bertahan hidup di dunia pasca-apokaliptik. Julukan “road warrior” kemudian melekat pada individu yang mandiri, keras kepala, dan berani menghadapi bahaya.
Namun, makna ini mendapat sentuhan baru pada 1992 ketika film Thelma & Louise dirilis. Dua perempuan dalam film itu melakukan perjalanan darat yang penuh risiko, menolak tunduk pada norma, dan berani menghadapi konsekuensi dari pilihan mereka. Kisah tersebut begitu kuat hingga banyak orang mulai menyebut istilah woman road warrior untuk menggambarkan perempuan yang tangguh, bebas, dan berani melawan batasan.
Semangat itu kemudian merambah dunia nyata. Pada 2001, terbentuklah Women’s Road Warrior Society, sebuah komunitas yang didedikasikan bagi perempuan pengelana, baik karena pekerjaan maupun demi petualangan pribadi. Di sana mereka bisa berbagi pengalaman, memberi nasihat, dan saling menguatkan.
Kehadiran teknologi lalu membuka babak baru. Sejak 2016, muncul berbagai komunitas digital dan blog yang digerakkan oleh perempuan, menginspirasi mereka yang memadukan karier jarak jauh dengan hasrat menjelajah dunia. Konsep road warrior pun semakin luas, bukan hanya tentang perjalanan fisik, melainkan juga kemampuan perempuan modern untuk tetap produktif sembari berkelana.
Jika menengok lebih jauh, semangat yang sama sebenarnya sudah hadir dalam sosok-sosok besar seperti Coco Chanel dan Elizabeth Arden, yang membangun imperium mode serta kecantikan di tengah keterbatasan. Begitu pula pada masa Perang Dunia II, ketika jutaan perempuan mengambil alih posisi laki-laki di dunia kerja, membuktikan diri sebagai tenaga produktif yang andal. Tren itu berlanjut hingga dekade 1990-an, ketika jumlah pekerja perempuan melonjak tajam, memperlihatkan bahwa perjuangan mereka bukan hanya terjadi di jalan raya, tetapi juga di jalur karier dan kehidupan sehari-hari.
Untuk menghormati seluruh jejak itu, setiap tanggal 19 September kini diperingati sebagai Hari Pejuang Jalan Wanita Nasional. Peringatan ini bukan sekadar seremoni, melainkan pengingat akan keberanian, daya juang, dan kemandirian perempuan dalam menaklukkan jalan hidup. Lebih dari itu, hari ini juga menjadi ajakan bagi generasi mendatang untuk melanjutkan langkah serupa dengan berani bermimpi, berani menantang norma, dan berani menempuh jalan yang mereka yakini. (LSA)

















