BANGKOK | Priangan.com – Di bagian utara Thailand, khususnya di daerah Baan Tong Luang, perempuan dari Suku Karen Padaung dikenal karena tradisi memakai cincin logam di leher mereka. Saking banyaknya cincin logam yang dipakai membuat leher mereka lebih panjang.
Tradisi ini disinyalir sudah ada sejak lama dan dilakukan secara turun temurun. Dianggap sebagai lambang kecantikan, tradisi memakaikan cincin logam pada leher itu sudah dilakukan ketika mereka masih berusia belia, sekitar lima atau enam tahun.
Seiring bertambahnya usia, jumlah cincin ini bertambah dua setiap tahunnya. Tak ada batasan pasti mengenai jumlah maksimal cincin yang dapat dikenakan. Namun, rata-rata perempuan Karen Padaung mengenakan hingga 25 cincin pada usia 15 tahun. Di titik ini, mereka dibperbolehkan memutuskan untuk berhenti menambah cincin logam dengan alasan adanya risiko kerusakan tulang yang dikhawatirkan tidak kuat menahan berat cincin.
Meski tradisi ini sudah berlangsung lama dan dianggap sebagai tolok ukur kecantikan, dulunya tujuan utama pemakaian cincin logam pada leher ini adalah untuk melindungi perempuan suku Karen Padaung dari serangan harimau. Namun, seiring berjalannya waktu, maknanya berubah menjadi simbol estetika. Cincin-cincin yang dikenakan, menciptakan ilusi leher panjang dengan cara menekan bahu dan tulang rusuk ke bawah.
Walau menjadi sebuah tradisi yang dilakukan turun temurun, penggunaan cincin logam ini tidak wajib dilakukan oleh semua perempuan suku Karen. Hanya mereka yang lahir di waktu-waktu tertentu saja yang diwajibkan untuk meneruskan tradisi ini.
Selain menjaga warisan budaya, tradisi ini juga menjadi sumber penghasilan bagi suku Karen yang tinggal di Thailand. Sebagai pengungsi dari Myanmar, banyak dari mereka bergantung pada pariwisata untuk bertahan hidup, karena akses untuk bekerja di luar desa sangatlah terbatas. Kondisi fisik mereka yang unik, membuat Pemerintah Thailand menjadikan mereka sebagai daya tarik wisata. (ersuwa)