TASIKMALAYA | Priangan.com – Di tengah semarak peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kabupaten Tasikmalaya ke-393, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menyampaikan pesan mendalam soal bambu—bukan hanya sebagai bahan kerajinan, tetapi sebagai pusat peradaban Sunda yang harus dijaga dan dikembangkan.
Momen ini berlangsung pada Sabtu (26/7/2025) dalam rangkaian acara Sidang Paripurna Milangkala Sukapura dan pawai budaya Jampana yang dipusatkan di kawasan Gunung Koneng, Singaparna. Ribuan warga tumpah ruah menyambut kehadiran Gubernur Dedi yang tiba usai menghadiri sidang paripurna di Gedung DPRD Kabupaten Tasikmalaya.
Saat keluar dari gedung bersama Bupati Tasikmalaya dan jajaran Forkopimda, Dedi langsung disambut hangat masyarakat. Banyak yang antusias menyapa, bersalaman, bahkan berebut momen swafoto saat Dedi berdiri di atas mobil putih sambil melambaikan tangan.
Namun bukan hanya atraksi budaya yang menarik perhatian. Dalam pidatonya, Dedi Mulyadi menyoroti aspek filosofis dan ekologis dari bambu—tanaman yang selama ini lekat dengan budaya dan kehidupan masyarakat Tasikmalaya.
“Tasikmalaya itu bukan sekadar kabupaten, tapi guru peradaban tata ruang dalam ajaran Sunda. Dalam filosofi buhun, bambu adalah pusat dari ekosistem. Di sinilah akar kreativitas warga Tasik berakar,” ujar Dedi.
Ia menegaskan, dalam sejarah Kesundaan, konsep tata ruang selalu berpijak pada alam. Gunung dan sungai jadi dua elemen penting yang membentuk pola hidup. Gunung Galunggung sebagai puncak spiritualitas dan sungai sebagai sumber kehidupan, ditopang oleh bambu yang tumbuh subur di setiap sudut perkampungan.
Dedi menilai, bambu bukan hanya tanaman, tapi juga simbol kecakapan, keberlanjutan, dan kebersahajaan. Warga Tasik dikenal ahli dalam menganyam bambu menjadi karya bernilai tinggi: dari perabot rumah, ornamen seni, hingga bangunan tradisional yang bisa bersaing di pasar internasional.
“Saat saya menjabat sebagai Bupati Purwakarta, ornamen bambu jadi identitas daerah. Yang mengerjakannya? Orang Tasikmalaya semua. Mereka ahli. Inilah aset kita yang harus dirawat, bukan hanya untuk ekonomi, tapi demi melestarikan peradaban,” kata Dedi.
Lebih jauh, ia mengajak warga dan pemerintah daerah agar tidak terjebak pada pembangunan yang merusak. Menurutnya, kemajuan harus selaras dengan akar budaya dan kearifan lokal.
“Kalau kita tidak paham sejarah, kita tidak akan tahu potensi. Jangan sampai gunung dan sungai yang jadi simbol kekuatan, justru hancur karena salah kelola,” katanya mengingatkan.
Gubernur juga membuka peluang untuk mengembangkan potensi kerajinan bambu Tasikmalaya secara sistematis agar bisa menembus pasar ekspor.
Ia menyebut perlunya pelatihan, pendampingan UMKM, dan penguatan branding lokal agar bambu tak hanya jadi produk domestik, tetapi juga ikon budaya Jawa Barat di tingkat global. (yna)