TASIKMALAYA | Priangan.com –
Musim Idul Adha tahun ini tidak membawa keberuntungan bagi para pengepul kulit hewan kurban di Kota Tasikmalaya. Jumlah kulit yang berhasil dikumpulkan merosot tajam dibanding tahun-tahun sebelumnya, seiring dengan turunnya volume penyembelihan dan menjamurnya pengepul musiman yang agresif menyisir lokasi penyembelihan.
Bagi para pelaku usaha pengumpulan kulit, Idul Adha biasanya menjadi momentum panen tahunan. Namun tahun 2026 ini terasa jauh dari harapan.
“Biasanya kita bisa kumpulkan hingga 20 ton kulit dalam tiga hari, sekarang paling cuma 10 ton. Itu pun harus rebutan dengan pengepul musiman,” kata Nandang (43), pengepul kulit hewan kurban asal Tasikmalaya, saat ditemui Senin (9/6/2026).
Menurut Nandang, turunnya jumlah hewan kurban yang disembelih secara mandiri oleh warga menjadi salah satu faktor utama. Selain itu, banyaknya pengumpul “dadakan” yang bergerilya sejak pagi hari Idul Adha membuat persaingan makin ketat.
“Bahkan sekarang ada yang pasang strategi baru—kulit dibooking sebelum hewan disembelih. Jadi sisa-sisa saja yang sampai ke tangan kami,” keluhnya.
Meski jumlahnya turun, tren jenis kulit tetap sama seperti tahun-tahun sebelumnya: kulit sapi masih mendominasi, mencapai sekitar 80 persen dari total yang dikumpulkan.
“Banyak warga ikut arisan sapi kurban, jadi kulit sapi yang paling banyak. Kalau kambing dan domba jauh lebih sedikit,” ujar Nandang.
Kulit-kulit tersebut biasanya dijual ke pabrik pengolahan di luar daerah, terutama Garut dan Jawa Tengah. Keuntungan yang didapat tak besar, sekitar Rp 1.000 per kilogram, namun bisa menjadi pemasukan tahunan yang berarti jika jumlahnya memadai.
Sementara itu, Entis Sutisna (40), pengepul lain di kawasan Jalan Perintis Kemerdekaan, mengungkapkan kondisi serupa. Ia hanya mampu mengumpulkan 6 ton kulit pada hari pertama, jumlah yang menurutnya lebih sedikit dari biasanya.
“Biasanya hari pertama saja bisa 10 ton. Sekarang mah sepi, banyak yang nyari duluan ke lokasi-lokasi pemotongan,” kata Entis singkat.
Ironisnya, penurunan pasokan ini tak dibarengi dengan kenaikan harga. Justru, harga kulit sapi di pasaran mengalami penurunan sekitar 10–15 persen dibanding tahun lalu. Jika sebelumnya kulit sapi bisa dijual Rp 35.000–45.000 per kilogram, kini hanya Rp 30.000–40.000.
Untuk kulit kambing dan domba, harga cenderung stabil di kisaran Rp 40.000–50.000 per lembar, tergantung ukuran dan kualitas.
Para pengepul kulit berharap ada regulasi atau sistem yang lebih tertata dalam penyaluran kulit kurban ke depannya. Mereka merasa kalah bersaing dengan pengumpul musiman yang kerap memotong jalur distribusi secara langsung ke panitia atau pemilik hewan kurban.
“Kalau dibiarkan terus seperti ini, lama-lama pengepul tetap yang rutin usaha bisa tenggelam. Harus ada sistem penataan dan keadilan distribusi,” tutur Nandang.
Meski begitu, para pengepul tetap bersikap realistis dan bersyukur atas rezeki yang ada. Mereka menaruh harapan bahwa tahun depan kondisi bisa kembali membaik, dengan distribusi yang lebih merata dan jumlah penyembelihan yang meningkat. (yna)