JAKARTA | Priangan.com – Bagi sebagian orang, suara kentongan mungkin sudah tak lagi asing di telinga. Biasanya, suara ini terdengar di kawasan perkampungan ketika malam tiba. Siapa sangka, kentongan ternyata punya sejarah yang cukup panjang.
Dulu, alat ini digunakan sebagai salah satu sarana untuk berkomunikasi. Biasanya, kentongan terbuat dari batang kayu atau bambu yang di bagian tengahnya memiliki lubang memanjang. Pada zaman dulu, kentongan umumnya digunakan untuk memberi tanda atau alarm, terutama di daerah pedesaan.
Fungsi utamanya adalah sebagai alat komunikasi jarak jauh yang memungkinkan masyarakat saling memberi informasi penting, baik mengenai ancaman keamanan, seperti pencurian, maupun bencana alam. Selain itu, kentongan juga digunakan untuk penanda adzan di beberapa wilayah.
Setiap pukulan kentongan memiliki makna tertentu. Misalnya, satu pukulan menandakan ada informasi yang perlu diketahui, dua pukulan berturut-turut menunjukkan adanya kasus pencurian, dan tiga pukulan biasanyad digunakan untuk memberitahu adanya bahaya atau bencana.
Berbicara soal sejarahnya, kentongan sendiri tidak hanya terbatas di Indonesia, alat yang satu ini memiliki hubungan dengan budaya China. Konon, kentongan pertama kali dikenalkan oleh Laksamana Cheng Ho.
Kala itu, ia menggunakan kentongan ketika mengembara dalam misi keagamaan sekitar 1405-1433 M. Biasanya, Cheng Ho menggunakan kentongan sebagai satana komunikasi untuk ritual keagamaan. Lambat laun, kebiasaan itu mulai meluas ke Korea, Jepang, dan wilayah asia lainnya.
Di Indonesia sendiri, konon kentongan pertama kali ditemukan dan digunakan pada masa pemerintahan Raja Anak Agung Gede Ngurah di Nusa Tenggara Barat pada abad XIX. Ia memanfaatkan kentongan untuk mengumpulkan massa, terutama pada waktu-waktu tertentu.
Di Yogyakarta, pada masa kerajaan Majapahit, kentongan Kyai Gorobangsa menjadi alat yang penting untuk pengumpulan warga, khususnya saat ada keperluan mendesak.
Pada mulanya, kentongan berfungsi sebagai alat pendamping ronda atau patroli keamanan. Alat ini digunakan untuk memberi peringatan kepada masyarakat tentang adanya ancaman atau bencana alam yang mungkin terjadi di sekitar mereka. Seiring dengan berjalannya waktu, kentongan berkembang lebih jauh. Di banyak daerah, alat ini kemudian digunakan untuk memanggil warga ke masjid ketika waktu salat tiba.
Selain itu, kentongan juga menjadi bagian dari tradisi masyarakat Indonesia, terutama di bulan Ramadan. Di beberapa tempat, kentongan digunakan untuk membangunkan umat untuk sahur. Tradisi ini bahkan sering diiringi dengan tabuhan lain sebagai bagian dari budaya membangunkan sahur. Meskipun teknologi komunikasi sudah berkembang pesat, kentongan tetap menjadi simbol kearifan lokal yang menyatukan masyarakat dalam berbagai kegiatan tradisional mereka. (Wrd)