JAKARTA | Priangan.com – Pada masa ketika vaksin belum ditemukan dan ilmu kedokteran masih meraba-raba dalam kegelapan, rabies merupakan vonis mati yang mengerikan. Penyakit ini begitu ditakuti karena gejalanya yang menakutkan dan nasib penderitanya yang hampir pasti adalah kematian yang lambat dan menyiksa. Ketika seseorang digigit anjing yang diduga rabies, harapan satu-satunya bukanlah pada rumah sakit atau laboratorium, melainkan pada benda yang tampak tak masuk akal namun dipercaya penuh. Benda ini adalah ‘Mad Stone’ atau ‘Batu Gila’.
Batu ini bukan sembarang batu. Dikenal luas dalam budaya rakyat Amerika dan Eropa, batu gila diyakini mampu menarik racun rabies keluar dari tubuh manusia.
Dalam banyak kisah, pengobatan dengan batu gila dilakukan secara ritualistik. Luka bekas gigtan direndam dalam susu segar, lalu di atasnya di atasnya ditempelkan batu gila. Jika batu melekat, maka itu pertanda racun sedang bekerja di dalam tubuh. Ketika batu terlepas, ia dianggap telah menyerap semua “racun”.
Proses ini bisa diulang beberapa kali, dengan jeda dan pemanasan batu dalam susu yang kemudian membentuk buih hijau yang diyakini sebagai bentuk fisik dari virus yang telah diserap. Logika pengobatan ini memang sulit diterima nalar medis modern, tetapi dalam ketakutan, orang lebih percaya pada keajaiban daripada kemungkinan takdir.
Salah satu kisah yang banyak dikutip adalah pengalaman Adam Rarely, seorang petani di Missouri pada tahun 1923 yang digigit anjing liar. Dalam keadaan panik, ia menempuh perjalanan jauh ke rumah seorang pendeta bernama William Newton Sutton, seorang pemilik batu gila legendaris. Ritual pengobatan pun dilakukan dengan penuh kesungguhan dan keyakinan. Rarely selamat, dan kisah ini pun menjadi bagian dari catatan folk medicine yang diwariskan secara lisan, bahkan ditulis kembali oleh para ahli cerita rakyat.
Batu gila bukanlah benda seragam. Ia bisa berwarna putih, abu-abu, cokelat, bahkan hitam. Bentuknya bervariasi, dan asal usulnya pun berlapis mitos. Ada yang percaya bahwa batu ini berasal dari perut rusa putih atau kerbau langka, terbentuk secara alami dari akumulasi zat asing yang dilapisi rambut dan mineral. Fenomena ini dikenal secara ilmiah sebagai bezoar atau massa padat dari sisa-sisa yang tidak tercerna di dalam sistem pencernaan hewan pemamah biak. Bezoar memang pernah diyakini sebagai penawar racun universal dan dalam beberapa uji kimia modern, beberapa jenisnya terbukti mampu menyerap racun tertentu dalam cairan.
Namun tidak semua batu gila benar-benar bezoar. Beberapa hanya kerikil biasa, batu kapur, bahkan biji pohon yang dipoles. Smithsonian Institute bahkan pernah ditawari batu gila asli seharga seribu dolar yang ternyata hanyalah biji kopi Kentucky.
Cerita-cerita tentang batu gila tidak hanya hidup dalam imajinasi rakyat biasa. Sosok seterkenal Abraham Lincoln pun tercatat pernah mencari batu ini untuk anaknya yang digigit anjing pada tahun 1852. Konon, ia melakukan perjalanan jauh demi mendapat akses pada batu tersebut. Meskipun catatan resmi tidak pernah menyebutkan nama pemilik batu itu, berbagai kesaksian menyiratkan bahwa peristiwa tersebut benar terjadi. Putra Lincoln, Robert, hidup hingga usia lanjut dan kisah batu gila pun memperoleh satu legenda baru.
Di Amerika Serikat, beberapa batu menjadi terkenal karena riwayat pengobatannya yang panjang dan sukses. Batu milik keluarga Sutton, misalnya, dipercaya telah menyembuhkan ribuan orang.
Selain itu, di Texas, batu milik keluarga Milam dilaporkan menyelamatkan ratusan nyawa selama hampir setengah abad. Surat kabar masa itu pun ramai memberitakan keberhasilan batu gila dalam menyembuhkan korban gigitan anjing. Dalam benak masyarakat, batu gila seolah menjadi manifestasi perlindungan alam terhadap bahaya yang tak terlihat.
Namun seiring kemajuan ilmu kedokteran, keajaiban batu ini mulai dipertanyakan. Rabies, seperti yang kini kita ketahui, adalah infeksi virus mematikan yang menyerang sistem saraf pusat dan tidak mungkin disembuhkan hanya dengan menempelkan sesuatu di luka.
Buih hijau dalam susu bukan racun dan batu tak bisa menyedot virus. Ketika vaksin rabies pertama kali dikembangkan oleh Louis Pasteur pada tahun 1884 dan mulai tersedia secara luas, kepercayaan terhadap batu gila pun perlahan memudar. Obat tradisional itu kalah oleh sains.
Meski demikian, ketertarikan terhadap batu gila tidak sepenuhnya lenyap. Ia tetap menjadi simbol dari sebuah era, ketika pengetahuan manusia tentang penyakit sangat terbatas, dan harapan untuk bertahan hidup bergantung pada benda-benda yang menyimpan teka-teki.
Batu gila melampaui sekadar pengobatan, ini adalah objek kepercayaan, campuran dari dunia hewan, tumbuhan, dan mineral yang menolak diklasifikasikan. Dalam ketakutan dan keterbatasan, manusia selalu mencari tumpuan. Batu gila adalah salah satu cermin dari keputusasaan itu yang dihidupkan oleh kepercayaan, bertahan oleh harapan, dan akhirnya dilupakan oleh ilmu. (LSA)