JAKARTA | Priangan.com – Apa yang terlintas di benak jika berpikir tentang radioaktif? Ya, zat yang amat beracun. Kini, zat radioaktif dikenal luas sebagai ancaman serius bagi kesehatan manusia. Pasalnya, zat tersebut mampu menyebabkan kanker hingga kerusakan organ dalam.
Namun, pada awal abad ke-20, pandangan terhadap radioaktif sangat jauh berbeda. Pada saat itu, zat ini justru dianggap sebagai keajaiban medis yang diyakini mampu menyembuhkan berbagai penyakit, termasuk gangguan sendi dan tumor.
Semua itu bermula setelah adanya penemuan radium oleh Marie Curie, banyak ilmuwan dan praktisi kesehatan tergoda potensi zat ini. Radium dipercaya memiliki sifat terapeutik yang dapat merangsang regenerasi sel dan meningkatkan vitalitas tubuh. Kepercayaan ini kemudian melahirkan berbagai produk berbasis radioaktif, salah satunya adalah air radioaktif yang dijual sebagai minuman kesehatan.
Pada dekade 1920-an hingga 1930-an, air minum yang mengandung radium menjadi produk populer. Masyarakat dari berbagai kalangan mengonsumsinya dengan harapan mendapatkan manfaat kesehatan.
Iklan-iklan pada masa itu bahkan menggambarkan air radioaktif sebagai sumber energi baru bagi tubuh. Produk ini banyak dipasarkan kepada mereka yang mengalami nyeri sendi, lemas, hingga masalah pencernaan.
Namun, di balik janji-janji kesehatan yang ditawarkan, bahaya mulai mengintai. Zat radioaktif dalam air tidak hanya menghancurkan sel yang sakit tetapi juga menyerang jaringan sehat. Orang-orang yang rutin mengonsumsi air ini mengalami efek samping yang mengerikan, mulai dari kerusakan tulang hingga kanker.
Salah satu kasus paling tragis dialami oleh Eben Byers, seorang pengusaha kaya yang rutin meminum air radioaktif dengan keyakinan kalau minuman tersebut dapat meningkatkan staminanya. Namun, alih-alih menjadi lebih sehat, tubuhnya perlahan mengalami kehancuran. Rahangnya membusuk dan tulangnya melemah hingga akhirnya ia meninggal dunia dalam kondisi mengenaskan.
Kasus-kasus seperti ini akhirnya membuka mata dunia medis. Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, bahaya radioaktif semakin dipahami dan penggunaan air radioaktif sebagai produk kesehatan pun dihentikan.
Meski begitu, radioaktif tidak sepenuhnya ditinggalkan. Hingga kini, radiasi masih dimanfaatkan dalam bidang medis, seperti kemoterapi dan pencitraan menggunakan sinar X, namun dengan pengendalian dosis yang ketat demi keselamatan pasien. (Ersuwa)