JAKARTA | Priangan.com – Di tengah gelombang perubahan dan perjuangan kemerdekaan, sering kali nama-nama besar laki-laki mendominasi halaman sejarah. Namun, di antara barisan tokoh-tokoh penting itu, ada satu nama perempuan yang peran dan pemikirannya tak bisa diabaikan, yaitu Maria Ulfah Santoso.
Namanya mungkin tidak sepopuler tokoh lainnya, tetapi langkah-langkah yang ia ambil telah membuka jalan bagi kesetaraan dan keadilan bagi perempuan Indonesia.
Maria Ullfah adalah sosok perempuan yang menorehkan sejarah penting dalam perjuangan hak-hak perempuan di Indonesia. Ia dikenal sebagai advokat perempuan pertama yang duduk di kursi kementerian dan juga perempuan Indonesia pertama yang meraih gelar sarjana hukum dari Universitas Leiden, Belanda.
Semasa kuliah di Belanda, Maria aktif dalam kegiatan sosial dan diskusi politik. Ia terlibat dalam jaringan kaum sosialis dan mengenal pemikiran progresif melalui pertemanannya dengan Sutan Sjahrir.
Sepulangnya ke Indonesia, Maria langsung terjun dalam perjuangan membela hak perempuan. Ia mengajar di sekolah-sekolah nasionalis seperti Perguruan Rakyat dan Perguruan Muhammadiyah. Namun, gairah utamanya terletak pada gerakan perempuan.
Maria mendirikan organisasi Isteri Indonesia dan menjadi penulis tetap majalah organisasi tersebut. Ia menyuarakan isu-isu penting seperti pernikahan paksa, eksploitasi buruh perempuan, serta pentingnya keterwakilan perempuan dalam parlemen.
Salah satu perjuangan terbesar Maria adalah mendorong lahirnya Undang-Undang Perkawinan. Ia mengangkat isu poligami yang sering dilakukan tanpa persetujuan istri pertama, serta perlunya perlindungan hukum bagi perempuan dalam pernikahan.
Gagasan ini pertama kali ia sampaikan pada Kongres Perempuan Indonesia tahun 1935. Namun butuh waktu hampir empat dekade hingga Undang-Undang Perkawinan disahkan pada 1974.
Perjuangannya tak berhenti di situ. Maria ikut dalam perumusan dasar negara sebagai anggota BPUPKI. Ia mengusulkan adanya pasal kesetaraan warga negara di depan hukum yang kini tercantum dalam Pasal 27 UUD 1945.
Pada masa awal kemerdekaan, Maria ditunjuk oleh Sutan Sjahrir sebagai Menteri Sosial. Ia menjadi menteri perempuan pertama di Indonesia, bahkan sebelum banyak negara lain membuka peluang itu.
Sebagai Menteri Sosial, Maria memprakarsai lahirnya Undang-Undang Perburuhan. UU ini menjamin hak-hak buruh, termasuk hak atas upah layak, cuti, dan perlindungan kerja yang lebih manusiawi.
Selain itu, Maria juga aktif di bidang sosial dan budaya. Ia memimpin Panitia Sensor Film Indonesia dan kemudian memimpin yayasan yang mengelola panti asuhan.
Hingga akhir hayatnya, Maria terus mengabdi. Ia pernah menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung dan tetap berkomitmen pada perjuangan sosial.
Maria Ullfah bukan sekadar pelopor hukum bagi perempuan. Ia adalah simbol perjuangan panjang menuju kesetaraan dan keadilan. Kisahnya menjadi inspirasi bahwa perubahan besar bisa dimulai dari keberanian satu orang perempuan untuk bersuara dan bertindak. (LSA)