Historia

Pulau Manhattan Pernah Dijual? Begini Kisahnya

Pembelian Pulau Manhattan 1626, oleh Alfred Fredericks, c. 1910. | Hulton Archive, Getty Images.

MANHATTAN | Priangan.com – Pernahkah mendengar cerita kalau Manhattan, salah satu kota paling berpengaruh di dunia, pernah dijual hanya seharga 24 dolar? Sulit dipercaya, bukan? Namun, legenda ini telah beredar selama berabad-abad. Dahulu, Manhattan hanyalah sebuah pulau hijau yang dihuni oleh suku Lenape dan mereka menyebutnya Manahatta, yang berarti “pulau berbukit.” Tapi benarkah pulau ini benar-benar berpindah tangan dengan harga yang begitu murah?

Ketika bangsa Eropa mulai memasuki wilayah Sungai Hudson pada awal 1500-an, mereka tertarik pada sumber daya alam yang melimpah di sana, terutama bulu berang-berang. Bulu hewan ini sangat berharga di pasar Eropa karena digunakan untuk membuat topi dan pakaian mewah. Saat itu, populasi berang-berang di Eropa telah berkurang drastis akibat perburuan besar-besaran.

Para pedagang Belanda melihat peluang ekonomi dari perdagangan bulu di wilayah tersebut. Mereka mulai berdagang dengan suku Lenape dan kemudian mengklaim tanah yang membentang dari wilayah yang kini disebut Delaware hingga Rhode Island atas nama Perusahaan Hindia Barat Belanda. Pada tahun 1621, perusahaan ini mendirikan koloni New Netherland untuk memperluas kekuasaan Belanda di sepanjang Sungai Hudson.

Pada tahun 1624, pemukiman Belanda mulai muncul di Manahatta, yang kemudian berganti nama menjadi Manhattan. Belanda mengizinkan anggota perusahaannya membuat perjanjian dengan penduduk asli untuk mendapatkan tanah. Mereka menawarkan barang-barang dagangan dan mata uang kepada suku-suku asli dengan alasan bahwa tanah yang mereka tempati adalah wilayah “subur dan belum berpenghuni.”

Pada tahun 1626, seorang penjajah Belanda, Peter Schagen, melaporkan bahwa Belanda telah membeli Manhattan dari suku asli dengan harga 60 gulden. Namun, tidak ada dokumen resmi yang membuktikan transaksi tersebut. Sejarawan abad ke-19, Edmund Bailey O’Callaghan, menafsirkan angka tersebut sebagai setara dengan 24 dolar, yang kemudian menjadi bagian dari legenda terkenal tentang “pembelian Manhattan.”

Tonton Juga :  Ritual Ma’nene; Tradisi Unik Asal Toraja yang Sudah Ada Sejak Lama

Sejarawan modern meragukan keabsahan kisah ini. Nilai 60 gulden sebenarnya jauh lebih tinggi daripada 24 dolar saat itu, bahkan bisa setara dengan sekitar 1.000 dolar saat ini. Selain itu, jika memang ada pembayaran, kemungkinan besar disertai dengan berbagai barang dagangan seperti bulu, manik-manik, dan peralatan.

Suku Lenape kemungkinan besar tidak memahami konsep kepemilikan tanah seperti orang Eropa. Mereka mungkin mengira bahwa perjanjian tersebut hanyalah kesepakatan untuk berbagi atau menyewakan tanah, bukan menjualnya secara permanen. Sejarawan Jean Soderlund mencatat bahwa meskipun Lenape dikenal sebagai bangsa yang damai, mereka tetap mempertahankan hak atas tanah dan perdagangan mereka.

Orang Belanda menganggap Manhattan sebagai milik mereka dan mulai membangun pemukiman dengan bantuan pekerja dari berbagai latar belakang, termasuk orang Afrika yang diperbudak dan imigran dari berbagai negara. Kota ini berkembang pesat berkat perdagangan bulu berang-berang, yang bahkan digunakan sebagai alat pembayaran.

Pada tahun 1664, Inggris menyerang dan merebut New Amsterdam dari Belanda. Setelah gubernur Belanda, Peter Stuyvesant, menyerah, koloni ini berganti nama menjadi New York. Sementara itu, Belanda dan Inggris terus berperang di berbagai belahan dunia. Pada tahun 1667, kedua negara menandatangani perjanjian yang menukar New Netherland dengan koloni di Suriname dan Pulau Rhun di Indonesia.

Bagi suku Lenape, perubahan ini membawa dampak besar. Mereka terusir dari tanah leluhur mereka akibat perang, perjanjian sepihak, dan pengusiran paksa. Pada tahun 1860-an, sebagian besar orang Lenape telah dipindahkan ke wilayah yang kini menjadi Oklahoma. Saat ini, tiga suku Lenape diakui secara federal di Amerika Serikat, sementara banyak lainnya masih berjuang untuk mendapatkan pengakuan resmi.

Legenda tentang Manhattan yang dibeli seharga 24 dolar mungkin tidak sepenuhnya benar, tetapi kisah ini mencerminkan bagaimana sejarah sering kali disederhanakan dan disalahpahami. Fakta sebenarnya jauh lebih kompleks, melibatkan perbedaan budaya, ketidakpahaman terhadap konsep kepemilikan tanah, serta dampak kolonialisme yang masih terasa hingga kini. Manhattan kini menjadi pusat dunia modern, namun sejarahnya tetap menjadi pengingat akan perjalanan panjang dari sebuah pulau berbukit yang dulunya dihuni oleh suku Lenape. (LSA)

Tonton Juga :  Bangkit dan Runtuhnya Suku Jurchen: Fondasi Dua Dinasti Kekaisaran Tiongkok
zvr
Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?
%d blogger menyukai ini: