Pocut Baren: Di Samping Cut Nyak Dien, Di Balik Syair Perlawanan

ACEH | Priangan.com – Tak banyak yang mengenal nama Pocut Baren seluas nama Cut Nyak Dien, padahal perempuan ini adalah salah satu tokoh besar dalam sejarah perjuangan rakyat Aceh melawan penjajahan Belanda. Lahir pada tahun 1880 di Gampong Tungkop, Aceh Barat, Pocut Baren tumbuh dalam suasana perang yang membentuk karakternya sebagai perempuan tangguh, berani, dan berdedikasi tinggi terhadap agama serta bangsanya.

Sejak kecil, Pocut Baren sudah akrab dengan semangat perjuangan. Ayahnya, Teuku Cut Ahmad, adalah seorang uleebalang Tungkop yang juga disegani karena kedalaman ilmunya dalam agama. Dari figur ayahnya inilah, Pocut Baren menyerap nilai-nilai keberanian sekaligus kecintaan terhadap ilmu. Lingkungan keluarganya membentuk dirinya menjadi sosok yang tidak hanya fasih di medan tempur, tetapi juga mumpuni dalam dunia keagamaan.

Perjalanan hidupnya berubah drastis ketika ia menikah dengan seorang uleebalang Gueme. Sayangnya, sang suami gugur dalam pertempuran melawan Belanda di Woyla pada 1898. Pocut Baren, yang saat itu baru menginjak usia 18 tahun, langsung mengambil alih peran sang suami sebagai pemimpin wilayah dan panglima perang. Di usia yang begitu muda, ia memimpin rakyatnya melawan pasukan kolonial dengan semangat yang tak gentar.

Ia kemudian bergabung dalam barisan Cut Nyak Dien, pahlawan perempuan legendaris Aceh. Bersama pasukan gerilya, mereka bergerak dari satu hutan ke hutan lainnya, hidup dalam penderitaan demi mempertahankan tanah kelahiran dari penjajahan.

Di Gunong Mancang, Pocut Baren membangun sebuah kuta, semacam benteng pertahanan yang dijadikan markas untuk melancarkan serangan mendadak terhadap pos militer Belanda di Tanoh Mirah. Serangan-serangan itu sukses membuat pasukan Belanda kewalahan. Tiap kali patroli kolonial melintasi wilayah itu, mereka kerap disambut oleh peluru dan serdadu yang tak pernah kembali.

Lihat Juga :  Iklan Tanpa Barang: Absurdnya Dunia Periklanan Uni Soviet

Keberaniannya membuat Belanda panik. Komandan mereka di Kuala Bee, Letnan H. Scheuerle, bahkan disebut mengalami frustrasi karena tak kunjung mampu menaklukkan pertahanan Pocut Baren.

Serangkaian serangan dilancarkan, tetapi semua berujung kegagalan. Akhirnya, mereka memilih membakar markas Gunong Mancang dengan 1.200 kaleng minyak tanah. Serangan brutal itu menewaskan banyak orang, termasuk ayah Pocut Baren sendiri.

Namun, semangat juang Pocut Baren tak ikut padam. Meski terluka parah dan kakinya harus diamputasi, ia tetap kembali ke Tungkop dan mengatur kembali kekuatan. Setelah sembuh, ia diangkat menjadi uleebalang wilayahnya dan terus mengabdi kepada masyarakat.

Lihat Juga :  Laksamada Maeda, Tentara Jepang yang Berjasa dalam Kemerdekaan Indonesia

Ketika pertempuran telah usai, Pocut Baren memilih jalan lain untuk berjuang dalam membangun kembali kehidupan rakyat Aceh yang hancur akibat perang.

Sebagai seorang ulama perempuan, Pocut Baren memainkan peran penting dalam pendidikan dan dakwah. Ia mendirikan sebuah dayah atau semacam madrasah tradisional, di Gampong Tungkop agar masyarakat bisa belajar agama. Ia mengajarkan ilmu yang dimilikinya dengan penuh dedikasi karena sadar bahwa membekali rakyat dengan pengetahuan adalah bagian dari jihad melawan ketertinggalan.

Pemikiran dan ajaran Pocut Baren tak hanya terpatri dalam ingatan masyarakat, tetapi juga dalam karya-karya sastra yang ditulisnya. Ia dikenal sebagai penulis pantun dan syair dalam bahasa Aceh dan Melayu Arab.

Beberapa karyanya bahkan diterjemahkan oleh penulis Belanda dan kini disimpan di perpustakaan Universitas Leiden, Belanda. Salah satu puisinya diabadikan di prasasti dekat makamnya di Desa Tungkop, menjadi saksi bisu keteguhan seorang perempuan yang tak hanya mengangkat senjata, tetapi juga pena.

Kisah Pocut Baren adalah kisah tentang perempuan yang melampaui zamannya. Ia bukan hanya pahlawan perang, bukan sekadar tokoh agama, tetapi juga penggerak pendidikan dan kebudayaan. Ia menunjukkan bahwa perlawanan terhadap penjajahan tidak melulu soal senjata, tetapi juga tentang ilmu, nilai, dan semangat pengabdian yang tak pernah padam. (LSA)

Lain nya

Latest Posts

Most Commented

Featured Videos