Peristiwa Tanjung Priok 1984, Luka Panjang dalam Sejarah Hak Asasi di Indonesia

JAKARTA | Priangan.com – Awal September 1984, suasana di kawasan Tanjung Priok, Jakarta Utara, berubah tegang setelah muncul gesekan antara aparat keamanan dengan masyarakat. Ketegangan ini bermula dari tindakan aparat yang meminta pengurus masjid menurunkan selebaran dan spanduk yang dianggap bernada kritis terhadap pemerintah. Situasi tersebut memicu rasa tidak puas di kalangan masyarakat lalu kemudian meluas menjadi protes terbuka.

Pada 12 hingga 13 September, kerumunan massa di sekitar pelabuhan membesar. Aparat yang dikerahkan untuk mengendalikan keadaan berhadapan langsung dengan warga yang melakukan longmarch. Bentrokan pun pecah. Menurut berbagai kesaksian, aparat menggunakan tembakan untuk membubarkan kerumunan. Peristiwa ini menimbulkan korban jiwa dalam jumlah yang hingga kini masih diperdebatkan. Pemerintah saat itu merilis angka korban yang kecil, sementara keluarga korban dan organisasi kemanusiaan menyebut jumlahnya jauh lebih besar, disertai penangkapan dan perlakuan yang dinilai sewenang-wenang.

Pasca-kejadian, puluhan orang ditahan dan sebagian di antaranya mengaku mengalami kekerasan selama proses penahanan. Perbedaan data mengenai korban, baik yang meninggal maupun yang hilang, juga menimbulkan kontroversi panjang yang tak kunjung selesai.

Setelah tumbangnya rezim Orde Baru pada 1998, peristiwa ini kembali mencuat melalui upaya pencarian kebenaran oleh keluarga korban, lembaga swadaya masyarakat, serta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Berbagai laporan yang disusun menyorot soal pelanggaran hak asasi manusia, mulai dari penahanan tanpa proses hukum hingga penyiksaan terhadap mereka yang dituduh terlibat.

Upaya hukum memang sempat dilakukan. Beberapa anggota militer berpangkat menengah dibawa ke pengadilan, namun proses peradilan itu dianggap tidak adil. para pejabat tinggi yang diduga memiliki tanggung jawab komando dalam peristiwa nahas tersebut sama sekali tak tersendtuh. Putusan yang dijatuhkan pun akihrnya menuai kritik karena dinilai tidak memenuhi rasa keadilan korban maupun masyarakat sipil.

Lihat Juga :  Puputan Margarana, Pertempuran Epik Pasukan I Gusti Ngurah Rai Hingga Titik Darah Penghabisan

Hingga kini, peristiwa Tanjung Priok 1984 tetap dikenang sebagai bagian kelam dalam perjalanan bangsa. Lebih dari sekadar catatan tentang korban, peristiwa ini menjadi simbol dari kuatnya represi pada masa itu serta lambannya pemulihan hak-hak korban. Tuntutan atas pengakuan, ganti rugi, dan permintaan maaf resmi terus disuarakan. (wrd)

Lain nya

Latest Posts

Most Commented

Featured Videos