Historia

Perang Bubat; Antara Cinta, Ambisi, dan Kehancuran Majapahit

Ilustrasi Perang Bubat | Net

NUSANTARA | Priangan.com – Perang Bubat merupakan salah satu bagian dari kisah sejarah yang masih dikenang sampai saat ini. Peristiwa itu mencatatkan pertempuran yang terjadi antara Kerajaan Sunda dan Majapahit pada abad ke-14 lalu.

Kisah dari perang ini berawal ketika Raja Majapahit, Hayam Wuruk, jatuh hati kepada Dyah Pitaloka Citraresmi yang merupakan anak dari Raja Sunda, Prabu Linggabuana. Di permukaan, rencana perkawinan itu dianggap sebagai langkah untuk memperkuat hubungan antara dua kerajaan besar di tanah Jawa.

Namun, di lain sisi, ada ambisi kekuasaan tersembunyi dari kerajaan Majapahit, itu diinisiasi oleh Patih Gajah Mada. Ia beranggapan, perkawinan antara Hayam Wuruk dengan Dyah Pitaloka ini adalah kesempatan untuk menaklukan kerajaan Sunda kepada Majapahit.

Bukan tak berdasar, kuatnya ambisi Gajah Mada ini terkait dengan Sumpah Palapa. Ia berkeinginan untuk mengasai seluruh Nusantara di mana di dalamnya termasuk Kerajaan Sunda.

Hari pernikahan pun tiba. Ketika rombongan Kerajaan Sunda tiba di Pesanggrahan Bubat, sebuah kawasan di wilayah kekuasaan Majapahit, pasukan Majapahit yang dipimpin oleh Patih Gajah Mada mulai melancarkan serangan.

Sebelum menyerang, Gajah Mada terlebih dahulu menyebut kalau pernikahan antara Hayam Wuruk dan Dyah Pitaloka Citraresmi ini hanyalah umpan untuk menaklukan Kerajaan Sunda.

Mendengar itu, Kerajaan Sunda  tak terima. Pertempuran dua kerajaan besar pun pecah di kawasan tersebut. Pasukan Sunda melawan. Kendati begitu, perlawanan ini tak bertahan lama. Pasukan kerajaan Sunda harus keok lantaran kalah jumlah. Pertempuran di Bubat pun berakhir dengan gugurnya Raja Linggabuana dan sebagian besar prajurit Sunda.

Melihat situasi ini, Dyah Pitaloka marah. Ia menganggap kalau hal ini adalah sebuah penghinaan besar terhadap kerajaannya. Sebagai simbol perlawanan, ia pun memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan cara menusukkan konde tepat di jantungnya, alih-alih jadi menikah dengan Hayam Wuruk.

Tonton Juga :  Perjuangan Sultan Al-Fatih Menaklukkan Konstantinopel

Ironisnya, Raja Majapahit baru mengetahui peperangan tersebut pasca perang Bubat berakhir. Setelah kejadian itu, Hayam Wuruk pun sangat murka kepada Patih Gajah Mada. Mereka berdua sempat terlibat pertikaian.

Rasa kekecewaan Hayam Wuruk terhadap Patih Gajah Mada tentu saja berdasar pada banyak alasan. Selain karena batal menikah, tindakan sang Patih itu juga telah menyebabkan dampak terhadap stabilitas politik di Nusantara.

Buktinya, pasca perang Bubat, Kerajaan Sunda, meski mengalami kekalahan, mereka tidak pernah secara resmi berada di bawah kendali Majapahit. Lewat peristiwa ini pun tekad kerajaan Sunda untuk menjaga kedaulatannya semakin besar.

Sebagai bentuk konsekuensi atas rencana yang dilakukan sepihak itu, Patih Gajah Mada dicopot dari jabatannya. Ia kemudian hidup di pengasingan hingga akhir hayatnya. Sementara Hayam Wuruk, pasca kejadian itu memutuskan untuk tidak menikah lagi. Bahkan, sampai akhir hayatnya, ia tercatat tidak mempunyai keturunan.

Setelah Hayam Wuruk dan Gajah Mada meninggal, kerajaan Majapahit pun secara perlahan mengalami kemunduran dan kehancuran. Ini menjadi salah satu kisah ironi dalam sejarah kerajaan di Indonesia. (ldy)

zvr
Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?
%d blogger menyukai ini: