Pemerintah Kaji Keselamatan Tambang Rakyat Sebelum Terbitkan Izin Resmi

TASIKMALAYA | Priangan.com – Upaya legalisasi tambang rakyat di wilayah selatan Jawa Barat terus mengalami tarik ulur, meski proses formalisasinya telah dimulai sejak empat tahun lalu.

Pemerintah pusat dan daerah sebenarnya telah menunjukkan komitmen dalam mengatur pertambangan rakyat agar lebih aman, terpantau, dan memberi dampak ekonomi yang berkelanjutan. Namun, di balik komitmen tersebut, proses perizinan masih tersendat di tataran teknis yang kompleks.

Penyelidik Bumi Ahli Muda Cabang Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Wilayah VI Tasikmalaya, Pepen Ucu Atila, mengungkapkan bahwa program formalisasi tambang rakyat sudah berjalan sejak tahun 2020. Saat itu, kata dia, proses dimulai dari level daerah melalui pengajuan usulan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) oleh bupati kepada gubernur, yang kemudian diteruskan ke Kementerian ESDM di Jakarta.

“Pada 2022, Tasikmalaya bersama Sukabumi dan Bogor sudah mendapatkan Keputusan Menteri yang menetapkan wilayahnya sebagai WPR. Itu adalah langkah besar menuju legalisasi tambang rakyat,” kata Pepen saat ditemui di kantornya, Kamis (22/5/2025).

Namun, meski telah mendapatkan pengakuan administratif, izin pertambangan rakyat (IPR) masih belum bisa diterbitkan kepada masyarakat. Penyebab utamanya bukanlah persoalan administratif, tetapi lebih pada persoalan teknis dan keselamatan kerja.

Mayoritas wilayah tambang rakyat di Tasikmalaya, jelas Pepen, merupakan jenis tambang dalam—bukan permukaan—yang membutuhkan pengelolaan lebih kompleks.

“Kalau tambang permukaan, lebih mudah. Tapi tambang dalam itu butuh detail yang presisi, dari geometri lubang, sistem ventilasi, kedalaman maksimal, hingga metode penyanggaan,” jelasnya.

Tambang dalam yang digali oleh penambang rakyat secara manual sering kali tidak memenuhi standar keselamatan nasional. Banyak dari mereka bekerja tanpa sistem ventilasi yang memadai atau tanpa memperhatikan kontur tanah dan potensi longsor.

Lihat Juga :  Program MBG Disorot, DPRD Dorong Pembentukan Satgas Pengawasan

Hal ini, menurut Pepen, membuat pemerintah tidak bisa sembarangan memberikan IPR tanpa kajian mendalam. “Ini bukan soal memperlambat. Ini soal melindungi nyawa penambang dan menjaga lingkungan tetap aman,” tegasnya.

Saat ini, Kementerian ESDM pusat sedang melakukan pengkajian lanjutan terhadap aspek keselamatan tambang dalam di wilayah yang telah ditetapkan sebagai WPR.

Lihat Juga :  Krisis Darfur; Rute Pasokan Utama Terputus Akibat Hujan Lebat, Pengungsi Terpaksa Makan Rumput

Pepen menambahkan bahwa formalisasi bukan sekadar stempel legalitas. Ia mencakup proses pembinaan, penyusunan dokumen lingkungan, perencanaan teknis, hingga penetapan standar operasional yang harus dipatuhi oleh para penambang rakyat.

“Kalau nanti izinnya keluar tanpa pengawasan, justru akan jadi bumerang. Akan terjadi kecelakaan kerja, pencemaran lingkungan, dan kerugian sosial lainnya,” ujar dia.

Sejumlah asosiasi penambang rakyat di Tasikmalaya sebelumnya telah mendesak percepatan izin tambang rakyat. Mereka mengeluhkan keterlambatan pemerintah dan menyebutkan bahwa status ilegal membuat mereka rentan terhadap kriminalisasi meski tengah berjuang mencari nafkah.

Menanggapi hal itu, Pepen menegaskan bahwa pemerintah tetap membuka ruang dialog dan pendampingan teknis. Namun ia juga mengingatkan bahwa aspek keselamatan tidak bisa ditawar.

“Kami tidak bisa memberikan izin hanya karena tekanan. Izin itu harus dipertanggungjawabkan secara hukum dan moral,” ujarnya.

Pepen berharap proses pengkajian teknis dari Kementerian ESDM bisa rampung tahun ini agar masyarakat penambang bisa segera mendapat akses legal yang aman.

“Legal itu bukan hanya soal izin. Tapi juga tentang keberlanjutan, keselamatan, dan keadilan bagi semua pihak,” tutupnya. (yna)

Lain nya

Latest Posts

Most Commented

Featured Videos