JAKARTA | Priangan.com – Belanda adalah negara yang paling lama menancapkan taring penjajahannya di tanah air. Berdasarkan narasi sejarah, negara yang dikenal dengan sebutan negeri kincir angin itu menjajah hingga ratusan tahun lamanya.
Di bawah bayang-bayang bangsa kolonial, ada banyak kebijakan yang amat merugikan. Tak hanya bagi kaum pribumi saja, tapi juga bagi etnis lainnya.
Komunitas Tionghoa, misalnya. Mereka kerap terdiskriminasi oleh berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah kolonial, seperti dalam kebijakan Passen en Wijken Stelsel. Kebijakan ini tidak hanya membatasi mobilitas, tetapi juga memisahkan kehidupan sosial berdasarkan etnis yang secara langsung mengisolasi komunitas Tionghoa dari masyarakat pribumi dan kelompok etnis lainnya.
Dalam kebijakan Passen Stelsel, orang Tionghoa mesti punya surat izin perjalanan atau pass setiap kali mereka hendak bepergian ke luar wilayah pemukiman. Sistem ini bertujuan untuk membatasi pergerakan mereka dan mencegah interaksi sosial yang lebih luas dengan masyarakat lokal.
Walhasil, lewt kebijakan ini komunitas Tionghoa kerap terasingkan baik secara fisik maupun sosial. Di sisi lain, kesempatan mereka untuk membangun jaringan ekonomi juga menjadi sangat terbatas.
Sementara kebijakan lainnya, Wijken Stelsel, mengatur tempat tinggal komunitas Tionghoa. Penataan pemukiman itu dilakukan dengan tujuan menjaga segregasi antaretnis. Mereka yang masuk ke dalam etnis ini, bakal ditempatkan di suatu blok tertentu yang jauh dari potensi interaksi dengan kaum pribumi.
Dua kebijakan itu semakin diperketat usai VOC bangkrut. Memasuki abad ke-19, orang-orang Tionghoa yang sebelumnya ditempatkan di blok pedalaman kemudian dipaksa pindah ke kota-kota besar. Berbagai harta yang mereka punya, ditinggal begitu saja. Hal ini tentu membuat mereka harus mengulang semua kehidupan dari awal. Tak jarang, beberapa di antara mereka tak mampu beradaptasi dengan lingkungan baru hingga didera kemiskinan.
Sebagai bentuk perlawanan, sejumlah orang Tionghoa kemudian menghimpun diri dalam pers Melayu Tionghoa. Lewat wadah itu, mereka lantang menyuarakan penghapusan kebijakan Passen en Wijken Stelsel dan menuntut kesetaraan.
Setelah melalui perjuangan panjang, kebijakan itu akhirnya dihapuskan. Pemerintah Belanda mengakui kalau kebijakan tersebut sama saja dengan menghina etnis Tionghoa. Penghapusan kebijakan ini kemudian menandai era baru bagi etnis Tionghoa di Indonesia. Meski begitu, Passen en Wijken Stelsel masih tetap dikenang dan jadi bagian potongan sejarah yang tidak bisa dipisahkan dari perjalanan bangsa ini. (ersuwa)