PAPUA | Priangan.com – Tas Noken, salah satu warisan budaya khas Papua, tidak sekadar sebuah aksesori fungsional. Bagi masyarakat Papua, Noken adalah cerminan identitas, kearifan lokal, serta simbol kemandirian dan kehidupan harmonis. Tas yang terbuat dari serat alami ini memuat cerita panjang tentang sejarah, tradisi, dan kreativitas masyarakat Papua yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Noken telah ada di Papua selama berabad-abad. Menurut catatan sejarah budaya Papua, tas ini digunakan oleh lebih dari 250 suku untuk keperluan sehari-hari, seperti membawa hasil panen, peralatan rumah tangga, hingga barang-barang dagangan. Uniknya, setiap suku memiliki gaya Noken yang khas, dengan pola, warna, dan desain yang mencerminkan keunikan budaya masing-masing.
Bukan hanya alat fungsional, Noken juga memiliki makna simbolis. Dalam tradisi masyarakat Papua, Noken adalah simbol perdamaian, kehidupan yang baik, dan kemandirian. Bahkan, status sosial seseorang dapat terlihat dari Noken yang dikenakan. Kepala suku atau tokoh masyarakat sering memakai Noken dengan desain istimewa yang berbeda dari masyarakat biasa.
Pembuatan Noken adalah proses yang tidak sederhana. Mama-mama Papua, yang dikenal sebagai “Mama Noken,” memainkan peran besar dalam menjaga kelangsungan tradisi ini. Namun, di beberapa daerah seperti wilayah Suku Mee, kaum laki-laki juga turut membuat Noken dengan teknik khas yang disebut Meuwodide.
Bahan dasar Noken berasal dari serat pohon atau kulit kayu yang diolah secara tradisional. Serat tersebut dipanaskan, direndam, hingga diproses menjadi benang kuat yang siap dirajut. Pewarnaan sering kali menggunakan pewarna alami dari tumbuhan, menghasilkan warna-warna yang unik dan khas. Setelah itu, benang dirajut atau dianyam dengan tangan, menghasilkan tas jala dengan berbagai pola dan ukuran. Teknik ini menunjukkan betapa tinggi keterampilan dan kesabaran para pembuatnya.
Meskipun fungsinya telah bergeser, Noken tetap menjadi simbol budaya Papua yang penting. Kini, tas ini tidak hanya digunakan di desa-desa Papua, tetapi juga semakin dikenal di Indonesia dan dunia internasional. Pengakuan UNESCO pada tahun 2012 yang menetapkan Noken sebagai Intangible Cultural Heritage atau Warisan Budaya Takbenda Dunia menjadi tonggak penting dalam upaya pelestariannya.
Popularitas Noken juga membawa dampak positif bagi perekonomian lokal. Permintaan terhadap Noken sebagai produk kerajinan tangan terus meningkat, mendorong pemberdayaan masyarakat Papua. Pemerintah dan organisasi non-pemerintah pun turut mendukung promosi dan pelestarian tas ini melalui program ekonomi kreatif.
Namun, tantangan tetap ada. Modernisasi dan perkembangan teknologi membuat penggunaan Noken dalam keseharian semakin berkurang, terutama di wilayah perkotaan. Selain itu, standar kualitas dan keberlanjutan sumber daya alam menjadi isu penting dalam pengelolaan produksi Noken.
Melihat nilai budaya dan ekonomi yang terkandung dalam Noken, upaya pelestarian terus dilakukan. Dengan dukungan yang berkelanjutan, diharapkan Noken tidak hanya menjadi artefak budaya, tetapi juga tetap relevan sebagai bagian dari identitas Papua yang hidup. Keindahan, makna simbolis, dan cerita di balik setiap rajutannya menjadikan Noken lebih dari sekadar tas—Noken adalah harta budaya yang mendunia. (mth)