MUI Garut Tetap Dukung Sunat Perempuan Meski Dilarang Pemerintah

GARUT | Priangan.com – Sunat perempuan kembali menjadi sorotan setelah pemerintah Indonesia resmi menghapuskan praktik tersebut melalui regulasi terbaru. Namun di tengah arus perubahan kebijakan nasional, sebagian kalangan ulama masih mempertahankan pandangan tradisional bahwa praktik ini memiliki dasar keagamaan dan nilai kebersihan spiritual.

Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, telah menetapkan larangan terhadap tindakan sunat perempuan. Aturan ini secara eksplisit mencabut legitimasi praktik tersebut yang sebelumnya termuat dalam Pasal 102 UU Kesehatan.

Kebijakan ini disambut baik oleh banyak pihak, terutama komunitas internasional dan lembaga-lembaga kesehatan dunia yang telah lama menggaungkan penghentian praktik Female Genital Mutilation (FGM) karena dianggap membahayakan kesehatan dan melanggar hak-hak perempuan. Namun, sikap berbeda justru datang dari sebagian tokoh agama lokal.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Garut, KH Sirojul Munir, menyatakan bahwa dalam perspektif ulama, anjuran untuk menyunat bayi perempuan masih dianggap relevan. Ulama yang akrab disapa Ceng Munir itu menjelaskan bahwa persoalan sunat perempuan tidak semata-mata soal budaya, melainkan berkaitan langsung dengan tuntunan kebersihan dalam ibadah.

“Dalam pandangan ulama, sunat perempuan dianjurkan karena di organ vital perempuan terdapat bagian yang sulit dibersihkan. Sementara syarat sah ibadah seorang Muslimah adalah bersih dari najis. Maka dari itu, para ulama menghimbau agar perempuan disunat,” kata Ceng Munir saat ditemui di kediamannya, Selasa (1/7/2025).

Ia menegaskan bahwa himbauan tersebut bukan bersifat memaksa, melainkan bagian dari pendekatan keagamaan yang berakar pada pemahaman fikih klasik. Menurutnya, meski larangan dari pemerintah pusat sah-sah saja diberlakukan, masyarakat tetap memiliki hak untuk mengikuti panduan keagamaan yang diyakini selama itu tidak melanggar hukum pidana.

Lihat Juga :  Menko Airlangga Negosiasi dengan AS, Bicarakan Tarif Trump dan Kesepakatan Dagang

“Kalau dari sisi kesehatan, saya kira tidak ada yang salah juga selama dilakukan oleh tenaga medis profesional dan tidak menyakiti. Tapi kembali lagi, pemerintah punya kewenangan membuat aturan, dan umat pun punya kebebasan memilih selama dilakukan secara proporsional,” imbuhnya.

Lihat Juga :  Ridwan Kamil Lewat, Jabar Punya Selusin Bakal Calon Gubernur

Realitas di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga Muslim, terutama di pedesaan dan daerah dengan pengaruh keagamaan kuat, masih mempertahankan tradisi sunat perempuan. Meskipun demikian, tidak sedikit pula keluarga yang memilih untuk tidak melakukannya demi menghindari risiko kesehatan atau mengikuti anjuran medis.

Dalam konteks hukum Islam sendiri, praktik sunat perempuan tidak tergolong sebagai kewajiban mutlak seperti halnya bagi laki-laki. Ketika ditinggalkan pun, tidak dikenakan dosa secara syar’i, namun tetap dianggap sebagai penyempurna dalam praktik fitrah kebersihan. (Az)

Lain nya

Latest Posts

Most Commented

Featured Videos