GARUT | Priangan.com — Imbas dari pelaksanaan Pemilu Legislatif 2024, Ketua KPU Kabupaten Garut, Dian Hasanudin, resmi dicopot dari jabatannya.
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi Pemberhentian Tetap kepada Dian Hasanudin dalam sidang pembacaan putusan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, pada Senin (14/04/2025).
Surat Keputusan (SK) pemberhentian dari KPU RI baru diterima oleh Dian pada Rabu (24/04/2025). Usai menerima SK tersebut, Dian langsung berkonsultasi dengan berbagai pihak dan menunjuk empat pengacara untuk menggugat keputusan itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Salah satu upaya yang akan kami lakukan dalam waktu dekat adalah mengajukan gugatan ke PTUN. Kami juga akan segera menyampaikan surat keberatan kepada KPU terkait SK pemberhentian tetap ini,” ungkap Dian, Senin (28/04/2025).
Dian menyebutkan, batas waktu untuk mengajukan gugatan ke PTUN adalah 90 hari sejak surat keputusan diterima.
“Saya menganggap SK itu tidak adil. Kalau dibandingkan dengan putusan DKPP di daerah lain di Jawa Barat, ada beberapa kasus serupa, bahkan lebih berat, tetapi hanya diberi sanksi peringatan. Contohnya di Kabupaten Bekasi, sejak awal mendapat gugatan ke DKPP, putusannya hanya peringatan,” ujarnya.
Ia menambahkan, kasus serupa juga terjadi di Sukabumi, di mana sanksinya pun hanya peringatan. Karena itu, menurut Dian, putusan pemberhentian tetap yang diterimanya terasa tidak adil dan menjadi dasar untuk mengajukan gugatan.
Dian juga membeberkan adanya komisioner KPU di daerah lain yang sudah lima kali mendapatkan peringatan keras, namun tetap hanya dijatuhi sanksi peringatan tanpa pemberhentian. Sedangkan dirinya, baru satu kali terkena peringatan, langsung diberhentikan.
Terkait tuduhan bahwa ia memerintahkan jajaran PPK untuk menambah perolehan suara salah satu partai politik, Dian membantahnya. Ia mengungkapkan, proses rekapitulasi dilakukan secara berjenjang dan terbuka.
“Kalau proses rekapitulasi dilakukan berjenjang, semua menyaksikan. Di sidang pun kami sampaikan, proses pleno berjalan normal, semua pihak menandatangani, dan tidak ada keberatan sama sekali,” kata Dian.
Meski demikian, Dian berharap kasus yang menimpanya ini menjadi pelajaran bagi semua penyelenggara pemilu, bahwa yang harus dihadapi bukan hanya calon, melainkan pihak-pihak lain yang bisa saja menggugat.
“Ini harus menjadi bahan kehati-hatian ke depan,” tutupnya. (Az)