Menyusuri Sejarah Trick-or-Treat yang Selalu Melekat dengan Halloween

JAKARTA | Priangan.com – Setiap tahun, jutaan permen dibagikan hanya dalam satu malam di Amerika Serikat. Anak-anak mengenakan kostum penyihir, hantu, atau tokoh fiksi, lalu berkeliling dari rumah ke rumah sambil membawa kantong dan menyerukan “Trick or treat!”, sebuah ungkapan yang berarti “beri kami permen atau kami akan berbuat iseng”. Tradisi ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan Halloween dan berkembang menjadi salah satu kebiasaan budaya paling dikenal di dunia modern.

Namun, di balik suasana riuh dan keceriaan itu, tersimpan sejarah panjang yang berakar dari kepercayaan kuno tentang arwah dan pergantian musim. Dilansir dari National Geographic, ribuan tahun lalu, masyarakat Celtic yang mendiami wilayah Irlandia, Inggris, dan Prancis bagian utara merayakan akhir masa panen melalui festival bernama ‘Samhain’.

Bagi mereka, malam terakhir bulan Oktober dipercaya sebagai waktu ketika batas antara dunia orang hidup dan dunia arwah menjadi sangat tipis. Mereka meyakini bahwa roh orang mati dapat kembali ke bumi dan berjalan di antara manusia. Untuk menenangkan arwah-arwah tersebut, masyarakat menyalakan api unggun besar dan meninggalkan makanan sebagai persembahan. Sebagian orang juga mengenakan penyamaran dari kulit binatang agar tidak dikenali oleh roh-roh yang berkeliaran.

Ketika agama Kristen mulai menyebar di Eropa, Gereja berupaya mengadaptasi tradisi ini agar sejalan dengan ajaran mereka. Sekitar abad ketujuh, perayaan Samhain diubah menjadi Hari Raya Semua Orang Kudus atau All Saints’ Day, yang jatuh pada tanggal 1 November. Malam sebelumnya disebut All Hallows’ Eve, yang lama-kelamaan berubah menjadi Halloween.

Meskipun maknanya bergeser, unsur api unggun, penyamaran, dan semangat perayaan malam tetap dipertahankan. Perpaduan antara unsur spiritual dan tradisi rakyat menjadikan Halloween sebuah perayaan yang unik dan bertahan lintas abad.

Lihat Juga :  Triora dan Tragedi Para Perempuan yang Dituduh Menjadi Penyihir

Tradisi ini kemudian menyeberang ke Amerika Serikat bersama para imigran Eropa, terutama dari Irlandia, pada abad ke-19. Di tanah baru, Halloween berkembang menjadi pesta rakyat yang lebih meriah dan terbuka. Nilai religiusnya perlahan memudar, digantikan oleh kegiatan sosial seperti permainan, pesta panen, dan pertunjukan kostum. Bagi masyarakat, Halloween menjadi kesempatan untuk bersenang-senang sekaligus mempererat hubungan antarwarga.

Kebiasaan anak-anak berkeliling meminta permen baru muncul jauh kemudian. Sejarawan mencatat bahwa tradisi serupa telah dikenal di Inggris sejak abad ke-16. Pada masa itu, orang miskin berkeliling rumah saat Hari Raya Arwah untuk meminta makanan sebagai imbalan doa bagi keluarga yang telah meninggal. Anak-anak kemudian meniru kebiasaan tersebut, dan masyarakat memberi mereka “kue arwah”, roti kecil berhias tanda salib sebagai tanda terima kasih. Kebiasaan memberi makanan kepada anak-anak inilah yang kemudian berkembang menjadi awal tradisi trick-or-treat.

Lihat Juga :  Vasco da Gama dan Pembukaan Jalur Laut Menuju India

Penulis dan sejarawan budaya Lisa Morton, melalui bukunya Trick or Treat: A History of Halloween, menulis bahwa bentuk awal perayaan Halloween modern sudah muncul di Inggris pada abad ke-19. Salah satu catatan tertua berasal dari surat Ratu Victoria pada tahun 1869 yang menggambarkan suasana Halloween di Skotlandia.

Dalam surat itu, ia menuliskan bagaimana api unggun besar dinyalakan di sekitar kastel, sementara orang-orang menari dengan gembira di sekelilingnya. Gambaran semacam ini menginspirasi masyarakat kelas menengah Amerika untuk meniru cara perayaan tersebut, menjadikan Halloween lebih sebagai hiburan sosial daripada upacara keagamaan.

Menariknya, Morton juga menjelaskan bahwa tradisi trick-or-treat mungkin mendapat pengaruh dari kebiasaan Natal kuno di Amerika Utara yang disebut ‘Belsnickling’. Dalam tradisi itu, sekelompok orang berkostum mendatangi rumah-rumah untuk memainkan lelucon kecil dan meminta suguhan makanan atau minuman. Terkadang mereka menakut-nakuti anak-anak atau menantang pemilik rumah menebak siapa yang bersembunyi di balik kostum mereka. Jika tebakan tersebut salah, para tamu akan memperoleh hadiah. Bentuk permainan ini kemudian berpindah dari perayaan Natal ke malam Halloween dan perlahan menjadi bagian dari tradisi masyarakat.

Lihat Juga :  Keibodan, Organisasi Semi Militer untuk Bantu Polisi Jepang

Pada awal abad ke-20, istilah “trick or treat” mulai dikenal luas di Amerika Serikat. Anak-anak menggunakan ungkapan tersebut saat berkeliling lingkungan untuk meminta permen, sementara masyarakat melihatnya sebagai kegiatan yang aman dan menyenangkan.

Surat kabar pada tahun 1920-an mencatat bahwa tradisi ini dengan cepat menyebar ke berbagai kota. Industri permen pun turut memanfaatkannya, menjadikan Halloween sebagai salah satu momen penjualan terbesar setiap tahun. Dalam waktu singkat, trick-or-treat berubah dari kebiasaan sederhana menjadi simbol utama perayaan Halloween modern.

Kini, makna spiritual Halloween mungkin telah memudar, tetapi semangat kebersamaan dan keceriaan tetap terjaga. Malam yang dahulu dimaksudkan untuk menenangkan roh kini menjadi ajang interaksi antara anak-anak dan masyarakat di sekitarnya. Trick-or-treat menjadi bukti bahwa tradisi lama dapat terus hidup dalam bentuk baru, menyesuaikan diri dengan zaman tanpa kehilangan pesonanya sebagai malam yang penuh warna dan makna. (LSA)

Lain nya

Latest Posts

Most Commented

Featured Videos