Historia

Mengulik Kisah di Balik Tugu PETA

Potret Tugu PETA di Jalan Veteran, Kota Tasikmalaya. | Priangan.com/Agus Mingkail

TASIKMALAYA | Priangan.com – Ini adalah tugu PETA, sebuah monumen bersejarah yang menjadi simbol perjuangan tentara sukarela Pembela Tanah Air (PETA). Tugu ini berada di Jalan Veteran, Yudanegara, Kecamatan Cihideung, Kota Tasikmalaya. Posisinya persis di area pojok salah satu pusat perbelanjaan ternama.

Tugu tersebut diresmikan pada 13 Juni 2000 oleh Pangdam III/Siliwangi, Mayjen TNI S. Supriyadi, sebagai penghormatan atas keberanian para pejuang PETA. Dahulu, lokasi tempat berdirinya tugu ini merupakan bekas markas Batalyon PETA

Beberapa waktu lalu, tugu PETA sempat dibiarkan usang. Tak ada perawatan yang dilakukan secara rutin. Akibatnya, ada bagian tugu yang hilang, seperti plakat yang menerangkan kalau di lokasi itu pernah berdiri Batalyon PETA Tasikmalaya.

Namun, pada tahun 2023 lalu, setelah pusat perbelanjaan yang berada tepat di belakang tugu ini mengalami kebakaran hebat, tugu PETA akhirnya diperbaiki secara sukarela. Bagian-bagian cat yang sudah nampak memudar, direstorasi dengan cara dicat ulang.

“Dulu pas supermarket itu kebakaran baru direstorasi. Itu juga sukarela,” kata Dadang, salah seorang tukang Sol Sepatu yang biasa mangkal di sekitaran tugu, Rabu, 15 Januari 2025.

Dadang menyebut, hingga kini, beberapa bagian dari tugu PETA yang masih terjaga hanyalah helm khas tentara, ornamen batu loreng, serta sebuah tulisan yang berisi kutipan dari Presiden Soekarno.

“Isinya soal pengakuan presiden Soekarno kalau PETA adalah alat yang vital waktu masa revolusi dulu,” jelas Dadang.

Kalau berbicara soal kisah di balik pendirian tugu PETA, semuanya berawal dari pembentukan Batalyon PETA di Indonesia pada tahun 1943. Kala itu, R. Gatot Mangkoepradja, salah satu tokoh yang dikenal sebagai aktivis, mengirimkan surat kepada Gunseikan pada 8 September 1943.

Tonton Juga :  Perbedaan Pandangan Politik yang Menghancurkan Hubungan Soekarno dan Tan Malaka

Dalam surat itu, Gatot mengusulkan agar Jepang melibatkan Indonesia untuk membantu pasukan militer mereka melawan Belanda. Usulan itu pun akhirnya diamini oleh Jepang. Mereka kemudian mulai membentuk Batalyon PETA di berbagai wilayah, termasuk di Priangan Timur.

Di kawasan ini, ada dua Batalyon PETA. Keduanya dipimpin oleh kalangan ulama, satu di Pangandaran di bawah pimpinan Daidancho Pardjaman, satu lagi di Tasikmalaya, di bawah kendali Daidancho Soetalaksana.

Keterlibatan Batalyon PETA Tasikmalaya yang paling monumental, terjadi pasca Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Kala itu, pasukan PETA Tasikmalaya berhasil melucuti senjata pasukan Jepang tanpa adanya pertumpahan darah sedikitpun. Peristiwa inilah yang menjadi dasar pendirian tugu PETA di Tasikmalaya. (AM)

zvr
Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?
%d blogger menyukai ini: