Historia

Mengenang Sosok Daendels, Gubenur Jenderal Hindia Belanda ke-36

Lukisan Herman Willem Daendels | Net

HINDIA BELANDA | Priangan.com – Herman Willem Daendels, Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang ke-36, dikenang sebagai salah satu tokoh yang membawa perubahan besar selama masa jabatannya di awal abad ke-19. Lahir di Belanda pada tahun 1762, Daendels datang ke Hindia Belanda pada tahun 1808 dengan misi yang jelas: mempertahankan Hindia Belanda dari ancaman Inggris dan memperbaiki sistem pemerintahan yang diwariskan oleh VOC.

Daendels, sapaan akrabnya, tiba di Batavia pada saat-saat kritis. Eropa kala itu sedang dilanda gejolak besar akibat Perang Napoleon, dan Belanda berada di bawah kendali Prancis. Inggris, sebagai musuh utama Prancis, menjadi ancaman langsung bagi Hindia Belanda. Daendels pun ditugaskan oleh Raja Louis Napoleon, penguasa Belanda kala itu, guna memperkuat pertahanan dan menjaga agar pulau-pulau Nusantara tetap berada di bawah kendali Belanda.

Salah satu kebijakan besar yang diambil Daendels adalah pembangunan Jalan Raya Pos atau yang lebih dikenal dengan jalur Anyer-Panarukan. Jalan ini menghubungkan pantai barat dan timur Pulau Jawa, dengan tujuan untuk mempercepat pergerakan pasukan dan logistik militer sekaligus menjadi tulang punggung transportasi di Jawa.

Pembangunan jalan sepanjang sekitar 1.000 km itu melibatkan ribuan pekerja pribumi, banyak di antara mereka yang harus kehilangan nyawa lantaran kondisi kerja yang keras. Kendati begitu, proyek ini juga menjadi simbol modernisasi di masa itu, menghubungkan berbagai daerah dan mendorong aktivitas ekonomi di pulau terbesar di Hindia Belanda.

Selain membangun infrastruktur militer dan transportasi, Daendels juga melakukan berbagai upaya untuk memperbaiki sistem pemerintahan yang saat itu dipenuhi korupsi. Ia melakukan reformasi besar-besaran, termasuk memberantas para pejabat yang terlibat dalam praktik korupsi yang sudah mengakar sejak masa VOC.

Tonton Juga :  Peniti, Benda yang Ditemukan Gegara Utang!

Dengan tegas, ia memecat banyak pejabat dan mengganti mereka dengan orang-orang yang ia anggap lebih loyal dan bersih. Kebijakannya ini memang menuai banyak kritik, terutama dari kalangan pejabat lama, namun Daendels tetap pada pendiriannya untuk menciptakan pemerintahan yang lebih efisien dan bebas dari korupsi.

Namun, di balik berbagai reformasi yang ia lakukan, Daendels tidak lepas dari kontroversi. Ia dikenal sebagai sosok yang keras dan otoriter, tidak segan-segan menggunakan kekuatan militer untuk menekan pemberontakan atau perlawanan dari masyarakat pribumi. Kebijakannya sering kali menimbulkan ketegangan dengan para penguasa lokal, dan banyak rakyat pribumi yang merasa terbebani oleh kebijakan-kebijakan yang mengharuskan mereka bekerja untuk kepentingan militer dan infrastruktur kolonial.

Meski masa jabatan Daendels hanya berlangsung selama tiga tahun, ia meninggalkan dampak yang signifikan. Warisan terbesarnya, Jalan Raya Pos, tetap menjadi salah satu simbol penting dalam sejarah infrastruktur Indonesia. Kebijakannya dalam memberantas korupsi dan memperkuat pertahanan militer Hindia Belanda juga menjadi tonggak sejarah kolonial yang tak terlupakan.

Namun, di sisi lain, metode keras yang ia terapkan, serta penderitaan rakyat yang terlibat dalam proyek-proyek besar tersebut, turut mewarnai penilaian terhadap dirinya sebagai sosok yang penuh dengan kontroversial.

Setelah kembali ke Eropa pada tahun 1811, Daendels tidak lagi memiliki peranbesar di Hindia Belanda. Walau begitu, namanya tetap tercatat dalam sejarah sebagai pemimpin yang membawa perubahan besar, baik positif maupun negatif. Sosoknya yang penuh kontradiksi menjadi cerminan dari kompleksitas sejarah kolonial di Indonesia, di mana modernisasi dan penindasan sering kali berjalan beriringan. Hingga hari ini, Herman Willem Daendels tetap dikenang sebagai tokoh yang meninggalkan jejak mendalam dalam sejarah Indonesia, terutama di Jawa. (ersuwa)

Tonton Juga :  Sukakerta
zvr
Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?
%d blogger menyukai ini: