ESTONIA | Priangan.com – Rute laut antara Tallinn dan Stockholm pada penghujung September 1994 awalnya berjalan seperti biasa. Kapal feri MS Estonia yang kala itu membawa hampir seribu orang, meninggalkan pelabuhan dengan tujuan Swedia. Namun, suasana musim gugur di Laut Baltik tidak bersahabat, angin kencang dan gelombang tinggi menyertai perjalanan malam itu.
Sekitar tengah malam, suasana berubah drastis. Dari arah haluan terdengar dentuman keras yang mengejutkan sebagian awak kapal. Setelah diperiksa, pintu baja besar di bagian depan kapal yang berfungsi menutup jalur kendaraan ternyata mengalami kerusakan. Komponen vital tersebut terlepas akibat hantaman gelombang, sehingga membuka jalan bagi air untuk masuk ke dek kendaraan. Dalam hitungan menit, lambung kapal kehilangan keseimbangan.
Kemiringan yang awalnya hanya beberapa derajat bertambah parah seiring derasnya air yang membanjiri dek. Kru kapal yang tidak segera memberikan alarm peringatan, membuat sebagian besar penumpang tidak menyadari bahaya. Lampu mulai padam, lorong-lorong gelap dipenuhi kepanikan, upaya menuju sekoci penyelamat pun menjadi semakin sulit. Dalam waktu kurang dari satu jam, MS Estonia tak mampu bertahan. Kapal itu terbalik dan perlahan tenggelam di kedalaman Laut Baltik, sekitar 22 mil laut dari Pulau Utö, Finlandia.
Tragedi tersebut menelan korban jiwa dalam jumlah besar. Dari 989 orang yang ada di dalam kapal, hanya 137 orang saja yang berhasil selamat, sebagian di antaranya meninggal akibat hipotermia. Suhu air yang dingin serta kondisi badai membuat proses penyelamatan berjalan lamban. Total 852 orang kehilangan nyawa dan menjadikan peristiwa ini sebqgai salah satu kecelakaan maritim terburuk di Eropa pascaperang.
Penyelidikan resmi yang dilakukan bersama oleh Estonia, Finlandia, dan Swedia. Mereka menyimpulkan bahwa kegagalan konstruksi visor menjadi penyebab utama. Lepasnya pintu baja itu membuat air laut masuk tanpa bisa dikendalikan dan menghancurkan stabilitas kapal. Temuan ini menjadi dasar pembaruan standar keselamatan kapal feri internasional, terutama pada aspek rancangan pintu haluan dan prosedur evakuasi darurat.
Meski kesimpulan teknis sudah dipublikasikan, misteri tenggelamnya MS Estonia masih memunculkan perdebatan. Sejumlah keluarga korban dan peneliti mwnyebutkan teori lain, mulai dari tabrakan dengan objek keras hingga dugaan adanya kerusakan yang tidak terlaporkan. Namun hingga kini, laporan resmi tetap menjadi rujukan utama.
MS Estonia kini beristirahat di dasar laut. Pemerintah setempat melarang eksplorasi sembarangan karena lokasi tersebut dianggap sebagai makam massal. Monumen pun didirikan di berbagai kota untuk mengenang para korban, sementara setiap tahun upacara peringatan digelar untuk memastikan tragedi ini tidak dilupakan. (wrd)