BANDUNG | Priangan.com – Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga) merangkap Kepala BKKBN, Wihaji, menegaskan pentingnya pengawasan distribusi program Makan Bergizi Gratis (MBG) agar tak salah sasaran.
Di tengah semangat mempercepat penurunan stunting dan memperkuat ketahanan keluarga, Wihaji menyentil persoalan klasik di lapangan: makanan bergizi kadang justru disantap oleh orang yang bukan penerima manfaat.
“Jangan sampai makanan bergizi untuk ibu hamil malah dimakan oleh suaminya karena lapar. Atau jatah balita non-PAUD justru dikonsumsi ibunya. Itu zalim,” ujar Wihaji saat mengunjungi Kampung Keluarga Berkualitas (Kampung KB) Camperenik, Kelurahan Isola, Kecamatan Sukasari, Kota Bandung, Selasa (29/7/2025).
Wihaji menegaskan, program MBG bukan sekadar soal pembagian makanan, tapi juga upaya membentuk generasi unggul sejak dalam kandungan. Karena itu, pengawasan harus ketat, apalagi untuk segmen penerima manfaat khusus: ibu hamil, ibu menyusui, dan balita non-PAUD.
“Kalau di sekolah bisa diawasi langsung karena makan bersama. Tapi kalau distribusinya di rumah, TPK (Tim Pendamping Keluarga) harus benar-benar memastikan yang makan memang penerimanya,” katanya.
Ia bahkan menyebut bahwa penyimpangan seperti itu berpotensi melemahkan efektivitas program yang telah menjadi komitmen langsung Presiden Prabowo Subianto.
“Presiden sudah menginstruksikan, jangan banyak seminar atau lokakarya. Turun ke lapangan, cek langsung, pastikan program berjalan. Kalau enggak jalan, selesaikan,” tegas Wihaji menirukan pesan Presiden kepadanya.
Dalam kunjungan ke Kampung KB Camperenik, Wihaji juga berdialog dengan sejumlah warga lansia, memantau pelaksanaan program keluarga berkualitas, serta menyerap masukan dari lini terbawah.
Hingga akhir Juli, tercatat baru 2,6 persen dari 9,1 juta ibu hamil, ibu menyusui, dan balita non-PAUD yang telah menerima manfaat MBG. Namun Wihaji optimistis angka tersebut akan terus meningkat melalui penguatan koordinasi antara Kemendukbangga/BKKBN dengan Badan Gizi Nasional (BGN) dan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di daerah.
“Ini bukan sekadar urusan data, tapi soal masa depan generasi. Karena itu, para petugas di lapangan harus bergerak sebagai pelindung hak dasar keluarga Indonesia,” pungkasnya. (yna)