JAKARTA | Priangan.com – Robin Hood-nya Indonesia. Demikian julukan positif yang setidaknya melekat pada sosok Kusni Kasdut, perampok ulung yang pernah hidup di Indonesia pada masa silam. Bukan tanpa alasan, julukan itu diberikan karena Kasdut, sapaan akrabnya, tak hanya menikmati hasil rampokannya sendirian. Ia justru membagikannya kepada rakyat miskin.
Lahir di Blitar pada 1929, Kasdut juga dikenal sebagai seorang pejuang di masa revolusi kemerdekaan Indonesia. Ia pernah turut serta mengusir tentara Belanda yang berupaya kembali menguasai Indonesia di bawah pimpinan Letnan Jenderal Spoor. Namun, kehidupan pasca-kemerdekaan yang sulit membuatnya mengambil jalan pintas untuk bertahan hidup, dan dari sanalah Kasdut memulai jejak kriminalnya yang dikenang sampai sekarang.
Salah satu aksi kriminal Kusni Kasdut yang paling populer terjadi pada 31 Mei 1961. Saat itu, ia berhasil menjarah Museum Nasional di kawasan Gambir, Jakarta Pusat. Dengan mengenakan seragam polisi palsu, Kusni berhasil melukai penjaga museum sebelum membawa kabur 11 permata.
Tak berhenti sampai di sana, pada tahun 1960-an, Kusni Kasdut kembali membuat geger dengan merampok dan membunuh seorang saudagar kaya asal Arab bernama Ali Badjened di kawasan Kebon Sirih, Jakarta Pusat.
Bersama rekannya, Bir Ali, mereka menembak Ali Badjened yang saat itu baru saja keluar dari rumahnya. Aksi tersebut terjadi di siang bolong. Bir Ali dengan tega menarik pelatuk dari jeep yang dikendarai Kasdut. Dari dalam mobil Jeep yang dikemudikan Kasdut, Bir Ali menembak Ali Badjened hingga tewas.
Rentetan peristiwa kriminal itu semakin membuat nama Kasdut populer. Apalagi sosoknya dikenal sebagai belut licin. Berkali-kali ditangkap, berkali-kali juga Kasdut berhasil kabur dari penjara. Misalnya pada 10 September 1979. Kala itu, Kasdut sudah dijatuhi hukuman mati. Namun, ia berhasil melolokan diri dari LP Lowokwaru, Malang pada malam harinya.\
Hanya dengan berbekal obeng yang terbuat dari paku besar dan tali dari kain yang disambung dengan benang jahit, Kusni berhasil merusak langit-langit selnya dan melarikan diri. Pada saat polisi melakukan pemeriksaan di TKP, mereka menemukan banyak telapak kaki di bagian atap penjara. Kusni diduga melarikan diri lewat atap.
Ia berhasil ditangkap kembali pada 17 Oktober 1979 dalam persembunyiannya di wilayah Surabaya. Setelah ditangkap, Kusni tetap divonis mati. Pada saat itu, ia sempat mengajukan permohonan grasi, tapi Presiden Soeharto menolaknya.
Menjelang hari-hari terakhirnya, Kasdut dibaptis oleh seorang pemuka agama Katolik. Ia kemudian diberi nama baru, Ignatius Kusni Kasdut. Selama di sel, Kusni menjalani hari-hari terakhirnya dengan melukis. Tercatat, sebelum dieksekusi mati pada 16 Februari 1980, Kusni Kasdut sempat menyerahkan sebuah lukisan Gereja Katedral Jakarta dari Gedebog Pohon Pisang. (ersuwa)