GUJARAT | Priangan.com – Di Gujarat, ada sebuah kisah yang disebut ‘Titanic dari India’, sebuah tragedi laut yang sama kelamnya, meski tak banyak dikenal dunia. Kapal itu bernama SS Vaitarna, kapal uap penumpang yang pada masanya dianggap sangat modern. Ia bahkan sudah dilengkapi dengan penerangan listrik, ketika sebagian besar pelabuhan India masih tenggelam dalam gelapnya malam. Lampu-lampu yang berkilau di geladaknya membuat masyarakat Gujarat menjulukinya Vijli, yang berarti listrik. Namun, cahaya itu tidak mampu melawan murka alam. Pada 8 November 1888, kapal ini berangkat membawa ratusan penumpang, dan malam itu pula ia lenyap di Laut Arab tanpa meninggalkan satu pun jejak.
Dilansir dari Amusing Planet, SS Vaitarna baru selesai dibangun beberapa tahun sebelumnya, antara 1882 hingga 1885, di sebuah galangan kapal di Skotlandia. Panjangnya sekitar 52 meter dengan lebar delapan meter, ukuran yang cukup besar untuk kapal pesisir pada zamannya. Selain ditenagai mesin uap, kapal ini juga masih menggunakan layar, dan menjadi kebanggaan Bombay Steamer Navigation Company. Perannya sangat penting dalam menghubungkan pelabuhan-pelabuhan kecil di pesisir barat India dengan Bombay, pusat perdagangan dan keuangan yang dikuasai Inggris.
Meskipun tampak megah, Vaitarna sebenarnya hanya dirancang untuk pelayaran pendek di sepanjang garis pantai, bukan untuk menghadapi laut lepas dan badai besar. Pada musim angin kencang, kapal seperti ini biasanya memilih berlabuh di pelabuhan demi keselamatan.
Sayangnya, pada hari nahas itu, meskipun peringatan siklon sudah beredar di pantai barat India, Vaitarna tetap berangkat dari Mandvi dengan sekitar 520 penumpang. Setelah singgah di Dwarka, jumlah penumpang bertambah hingga sekitar 700 orang. Saat kapal meninggalkan Dwarka menuju Porbandar, badai besar sedang bergerak dari selatan menuju daratan dengan kecepatan yang stabil.
Pada siang hari, badai masih terlihat biasa. Catatan kapal lain menyebutkan kekuatan angin hanya setara angin sedang. Namun, menjelang sore, badai itu berubah ganas. Malam harinya, siklon menghantam pesisir Kathiawar dengan kekuatan penuh. Vaitarna yang tidak dirancang untuk kondisi ekstrem itu pun terjebak di tengah gelombang raksasa dan angin kencang. Dalam sekejap, kapal itu hilang ditelan laut. Tidak ada tanda bahaya, tidak ada puing yang dapat dipastikan, hanya kabar hilangnya kapal bersama seluruh penumpangnya.
Catatan resmi menyebutkan kapal itu mengangkut 703 penumpang dan 43 awak, tetapi cerita rakyat Gujarat meyakini jumlah korban jauh lebih besar. Diperkirakan bisa mencapai lebih dari 1.300 jiwa, karena kapal pada masa itu sering mengangkut melebihi kapasitasnya.
Pemerintah kolonial dan perusahaan pelayaran telah mengerahkan biaya besar untuk mencari jejak kapal, tetapi laut tetap menyimpan rahasianya. Bagi keluarga yang ditinggalkan, duka itu begitu dalam. Banyak di antara mereka terus mendatangi perusahaan, sebagian bahkan bernazar menyumbangkan harta jika saja orang tercinta bisa ditemukan.
Hasil penyelidikan kemudian memperlihatkan bahwa tragedi ini bukan hanya soal badai yang mematikan, tetapi juga kelalaian. Vaitarna ternyata tidak memiliki sekoci dan jaket pelampung yang cukup untuk semua orang. Lebih buruk lagi, barometer di kapal rusak, sehingga kapten Haji Kasam tidak bisa memperkirakan seberapa berbahaya badai yang sedang mereka hadapi. Dengan segala kekurangan itu, nasib Vaitarna seolah sudah ditentukan sejak awal.
Peristiwa tenggelamnya Vaitarna menjadi titik balik bagi dunia pelayaran di India. Dari tragedi ini, muncul kesadaran bahwa prakiraan badai harus lebih dapat diandalkan, dan aturan tentang keselamatan di kapal penumpang perlu diperketat. Namun berbeda dengan Titanic tahun 1912 yang melegenda di seluruh dunia, kisah Vaitarna hanya hidup di Gujarat, diwariskan melalui lagu-lagu rakyat dan syair duka. Salah satu yang terkenal berbunyi, “Haji Cassum, tari vijli re madhariye veran thai,” sebuah ratapan untuk sang kapten dan kapal bercahaya yang tenggelam ke dasar laut.
Lebih dari seratus tahun berlalu, kisah SS Vaitarna masih dikenang masyarakat Gujarat. Tragedi ini bukan hanya tentang sebuah kapal yang hilang, tetapi juga peringatan bahwa secanggih apa pun teknologi, manusia tetap tak mampu menundukkan kekuatan alam jika keselamatan diabaikan. “Titanic Gujarat” ini menjadi pelajaran pahit bahwa laut selalu menyimpan kuasa yang tak bisa diremehkan. (LSA)