MESIR | Prianggan.com – Ada banyak kisah pertempuran yang menarik selama masa Perang Dunia II. Salah satunya adalah Pertempuran El Alamein. Pertempuran ini terjadi pada 23 Oktober hingga 4 November 1942, di wilayah gurun yang terletak dekat perbatasan barat Mesir. Dalam pertempuran ini, pasukan Sekutu yang dipimpin oleh Inggris berhasil memukul mundur kekuatan Jerman dan Italia dari Blok Poros.
Akar dari konflik ini bermula ketika Italia berusaha memperluas wilayah pengaruhnya dengan menginvasi Mesir dan Libya pada tahun 1940. Langkah ini tentu saja mengancam kepentingan Inggris di kawasan, terutama akses terhadap Terusan Suez dan sumber daya minyak di kawasan Timur Tengah. Ketika kekuatan Italia tidak mampu mempertahankan posisinya, Jerman mengirim bala bantuan yang dipimpin oleh Jenderal Erwin Rommel. Julukan “Rubah Gurun” melekat padanya karena kemampuannya dalam strategi gerak cepat di medan gurun yang keras.
Setelah mengalami serangkaian pertempuran sengit, Rommel berhasil mendorong pasukan Inggris hingga ke perbatasan Mesir. Namun, keunggulan itu tidak bertahan lama karena logistik yang terbatas, terutama bahan bakar. Hal ini memaksa pasukannya untuk mundur. Meski demikian, Rommel berhasil bangkit kembali dan merebut kota pelabuhan Tobruk yang menjadi pukulan telak bagi Sekutu. Kondisi ini membuat Inggris melakukan perubahan besar dalam komandonya, mereka kemudian menunjuk Letnan Jenderal Bernard Montgomery untuk memimpin Angkatan Darat ke-8.
Kehadiran Montgomery kemudian memperkuat hubungan antara angkatan darat dan udara serta memperbaiki semangat tempur pasukannya. Sementara itu, Rommel menyiapkan pertahanan kuat dengan menanam ladang ranjau dan memosisikan senjata antitank di tempat-tempat strategis. Ketika Rommel jatuh sakit dan harus kembali ke Jerman, komando pasukan Poros sempat dipegang oleh Jenderal Georg von Stumme.
Serangan besar yang direncanakan Montgomery dimulai pada malam 23 Oktober melalui Operasi Lightfoot. Ini merupakan upaya awal untuk menghancurkan pertahanan lawan dengan serangan artileri besar-besaran dan gerak maju infanteri. Pertempuran berlangsung sengit, pada akhirnya kemajuan pasukan Inggris berlangsung lambat karena kuatnya pertahanan Jerman-Italia. Rommel kembali ke medan perang pada 25 Oktober, namun situasi semakin sulit bagi pasukannya yang kehabisan logistik dan menghadapi tekanan terus-menerus dari Sekutu.
Montgomery kemudian melancarkan serangan pamungkas pada awal November yang dikenal sebagai Operasi Supercharge. Di fase ini, pasukan Sekutu berhasil menembus pertahanan terakhir musuh dan memaksa mereka untuk mundur. Meski Hitler kala itu memerintahkan Rommel untuk tetap bertahan, kenyataannya pasukan Blok Poros sudah tidak sanggup melanjutkan perlawanan.
Kemenangan ini kemudian mengubah situasi militer di Afrika Utara. Selain itu, posisi Sekutu pun menjadi lebih. Beberapa hari setelah pertempuran, pasukan Sekutu melakukan pendaratan besar-besaran di Afrika Barat Laut dan membuka front baru yang mempercepat kejatuhan posisi Poros di kawasan tersebut. Kekalahan di El Alamein menjadi awal dari berakhirnya kekuasaan Jerman dan Italia di Afrika. Pada Mei 1943, seluruh kekuatan Poros akhirnya menyerah di Tunisia. (Wrd)