TASIKMALAYA | Priangan.com — Kabupaten Tasikmalaya menghadapi ancaman serius di sektor pangan. Data terbaru menunjukkan Indeks Ketahanan Pangan (IKP) daerah ini berada di peringkat ke-24 dari 27 kabupaten/kota di Jawa Barat, menempatkan Tasikmalaya hanya tiga tingkat di atas posisi terbawah.
Angka tersebut dinilai mencerminkan lemahnya daya tahan daerah dalam memastikan ketersediaan dan keterjangkauan pangan bagi masyarakat. Wakil Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Tasikmalaya, Dani Fardian, menyebutkan kondisi itu tak bisa dibiarkan berlarut.
“Posisi ini mencerminkan bahwa kita sedang menghadapi darurat ketahanan pangan. Ketersediaan bahan pangan terus menurun, sementara kebutuhan masyarakat terus meningkat,” ujar Dani kepada Priangan.com, Senin (29/7/2025).
Dani menyebut, jika tidak ada intervensi kebijakan yang tepat, Kabupaten Tasikmalaya berpotensi mengalami defisit pangan pada tahun 2025. Berdasarkan proyeksi, kebutuhan kalori masyarakat diperkirakan mencapai 1.516.815 kilokalori (kkal), sedangkan ketersediaan pangan hanya sekitar 1.481.005 kkal. Artinya, akan terjadi kekurangan sebesar 35.810 juta kkal.
“Defisit ini bukan sekadar angka, tapi ancaman nyata yang bisa berdampak luas terhadap kesejahteraan masyarakat,” katanya.
Menurut Dani, beberapa faktor menjadi penyebab utama lemahnya ketahanan pangan, mulai dari belum maksimalnya penerapan Perda tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), kelangkaan pupuk subsidi yang terus berulang, hingga minimnya perhatian dan dukungan anggaran kepada kelompok tani.
“Petani butuh kepastian, bukan hanya benih dan pupuk yang terus langka, tapi juga komitmen pemerintah dalam bentuk regulasi yang berjalan dan alokasi anggaran yang berpihak,” tegasnya.
Selain itu, Dani menyoroti dampak kebijakan nasional yang ikut menekan ruang fiskal daerah untuk sektor pertanian. Dalam tiga tahun terakhir, alokasi anggaran Pemkab Tasikmalaya lebih banyak terserap untuk sektor pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur sebagaimana diatur dalam PMK No. 212 Tahun 2022.
“Akibatnya, sektor pertanian yang seharusnya menjadi penyangga utama ketahanan pangan justru terpinggirkan. Ini sangat berbahaya jika terus dibiarkan,” ujarnya.
Dani mendorong pemerintah daerah untuk segera melakukan reposisi arah kebijakan dengan memasukkan pertanian sebagai sektor prioritas. Ia juga mengusulkan pembentukan tim lintas sektor untuk mengevaluasi kinerja ketahanan pangan secara menyeluruh.
“Jika tren ini tidak segera dibalik, bukan tidak mungkin Tasikmalaya akan menghadapi krisis pangan di masa depan,” pungkasnya. (yna)