JAKARTA | Priangan.com – Burung kenari yang kini akrab dikenal di kalangan pecinta kicau, memiliki perjalanan panjang sebelum menjadi salah satu burung paling populer di dunia. Asal-usulnya dapat ditelusuri ke Kepulauan Canary, Azores, dan Madeira di Samudra Atlantik. Nama kenari sendiri bukan berasal dari burung itu, melainkan dari kata Latin canarias yang berarti anjing, sesuai dengan banyaknya anjing liar yang hidup di pulau tersebut.
Sekitar abad ke-17, pelaut Spanyol membawa burung ini ke daratan Eropa. Pada masa awal, kenari hanya dimiliki oleh kalangan bangsawan dan istana. Spanyol menjaga ketat perdagangan burung ini dengan hanya menjual kenari jantan, sehingga upaya perkembangbiakan di luar wilayah mereka sulit dilakukan. Kondisi itu membuat kenari menjadi simbol prestise dan kemewahan di sejumlah kerajaan Eropa.
Lambat laun, perdagangan kenari meluas hingga ke berbagai negara. Pemuliaan dilakukan secara serius, salah satunya di Jerman, yang kemudian melahirkan kenari jenis Harz Roller dengan suara khas dan lebih merdu. Kenari ini menjadi favorit di Eropa pada abad ke-19, bahkan harganya cukup tinggi bagi masyarakat kelas pekerja. Dari sana, kenari terus menyebar ke berbagai belahan dunia dan semakin dikenal sebagai burung ocehan yang istimewa.
Kenari juga memiliki peran unik di luar dunia hobi. Di tambang batu bara, burung ini digunakan sebagai pendeteksi dini gas beracun. Kepekaannya terhadap perubahan udara membuat nyawa para pekerja tambang kerap terselamatkan. Meski kini peran tersebut digantikan teknologi, catatan itu menunjukkan kedekatan manusia dengan kenari dalam berbagai aspek kehidupan.
Di Indonesia, kenari mulai berkembang pesat sejak masuknya berbagai jenis impor yang kemudian dikawinkan dengan kenari lokal. Hasil silangan tersebut melahirkan burung dengan ragam warna bulu dan variasi suara yang beragam. Dalam beberapa dekade terakhir, kenari menjadi salah satu bintang dalam ajang lomba kicau. Tidak hanya sebagai hiburan, banyak kalangan yang melihatnya sebagai peluang usaha. Harga seekor kenari bisa bervariasi dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah, tergantung kualitas suara dan keturunan.
Kini, kenari tidak lagi hanya melekat pada citra bangsawan seperti masa lampau. Ia tumbuh menjadi bagian dari budaya masyarakat luas, termasuk di Indonesia, di mana kompetisi burung ocehan masih terus digelar. Perjalanan panjang dari pulau terpencil di Samudra Atlantik hingga ke halaman-halaman rumah pecinta burung di berbagai negara, menjadikan kenari sebagai salah satu kisah menarik dalam sejarah dunia kicau. (wrd)

















