GARUT | Priangan.com – Dugaan pungutan liar (pungli) dalam program bantuan pembangunan sekolah di Kabupaten Garut kembali mencuat. Kejaksaan Negeri (Kejari) Garut menyatakan hasil penelusuran mereka tidak menemukan bukti adanya pungutan terhadap sekolah penerima bantuan.
Namun, keterangan tersebut bertolak belakang dengan pengakuan sejumlah pengelola sekolah dan wartawan yang sebelumnya melaporkan adanya praktik setoran kepada Dinas Pendidikan.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Garut, Jaya P Sitompul, menegaskan pihaknya sudah mendatangi lokasi pembangunan sekolah dan meminta keterangan dari Dinas Pendidikan, sekolah penerima bantuan, hingga Direktorat PAUD Kemendiknas.
Dari penelusuran itu, menurutnya, tidak ada fakta yang menguatkan dugaan pungli. “Dari hasil penelusuran tersebut, terkonfirmasi bahwa pemberitaan mengenai dugaan pungutan liar ternyata tidak terbukti,” kata Jaya, Jumat (22/8/2025).
Kejari mengambil langkah ini setelah muncul pemberitaan di sejumlah media mengenai adanya pungutan dalam program revitalisasi sekolah bantuan dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen). Namun hasil klarifikasi di lapangan disebut tidak sesuai dengan informasi yang beredar di publik.
“Nama-nama yang disebut dalam pemberitaan sudah kami klarifikasi. Hasilnya, dugaan pungli itu belum bisa dibuktikan kebenarannya,” tambahnya.
Pernyataan Kejari tersebut menuai tanggapan dari kalangan wartawan. Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Garut, Aep Hendy, menegaskan bahwa jurnalis tidak mungkin gegabah dalam menulis laporan, apalagi menyangkut isu serius seperti pungli.
Ia menyebut proses verifikasi dan konfirmasi sudah dilakukan oleh wartawan yang menurunkan laporan tersebut. “Wartawan tentu tidak akan sembarangan menulis. Teman-teman yang mengangkat isu ini memiliki data dan keterangan langsung dari pihak sekolah,” ujarnya.
Menurut Aep, fakta di lapangan menunjukkan ada pengelola sekolah yang diminta menyetor sejumlah uang kepada Dinas Pendidikan Garut. Hal itu sejalan dengan kesaksian seorang pengelola sekolah penerima bantuan revitalisasi tahap dua tahun 2025 yang mengaku diminta menyerahkan 15 persen dari dana yang diterima.
Bantuan dari pemerintah pusat melalui Kemendikdasmen itu nilainya berkisar antara Rp200 juta hingga Rp400 juta per sekolah. “Kalau tidak menyetorkan, kami khawatir ke depan sekolah kami tidak lagi didaftarkan sebagai penerima bantuan,” kata pengelola sekolah tersebut yang meminta identitasnya tidak disebutkan. (Az)