MALANG | Priangan.com – Ada banyak kisah heroik yang terabadikan dalam sejarah di masa-masa perjuangan. Satu dari banyaknya kisah itu adalah pertempuran Malang Area. Malang yang notabene dikenal sejuk dan dikelilingi pegunungan itu, ternyata pernah menjadi saksi pertemuran sengit antara pasukan republik dengan tentara Belanda pada masa Agresi Militer I tahun 1947. Pertempuan ini adalah hal yang penting bagi Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya di wilayah Jawa Timur.
Tercatat, pertempuran Malang Area meletus sepekan setelah Belanda melancarkan serangan besar pada 21 Juli 1947. Kota Malang dan wilayah sekitarnya menjadi sasaran utama. Pasukan Koninklijke Landmacht dan marinir Belanda berupaya merebut kembali daerah strategis tersebut, sementara tentara Indonesia bersama laskar rakyat bertahan dengan segala keterbatasan. Di balik perlawanan itu, rakyat turut berperan menjaga jalur logistik, memberi perlindungan, hingga menyumbangkan bahan pangan.
Selama hampir sepuluh hari, pertempuran berlangsung intens. Belanda sempat menguasai sejumlah kawasan, termasuk Lawang dan Singosari. Namun, pasukan republik yang terdiri dari TNI, TRIP, dan gerilyawan rakyat tidak surut langkah. Taktik bumi hangus pun diterapkan, di mana fasilitas pemerintahan, rumah, dan bangunan penting dibakar agar tidak dimanfaatkan lawan. Praktis, situasi ini menciptakan suasana mencekam.
Salah satu peristiwa yang paling monumental terjadi pada 31 Juli 1947 di Jalan Salak. Pasukan TRIP yang mayoritas pelajar mengadang laju tentara Belanda. Dengan persenjataan terbatas, mereka bertahan hingga titik akhir dan sekitar 35 orang gugur di tempat itu. Keberanian para pelajar tersebut kemudian menjadi simbol pengorbanan generasi muda Malang dalam mempertahankan kemerdekaan.
Selain di pusat kota, pertempuran meluas hingga ke Malang Timur pada Agustus 1947. Selain dari pihak militer, masyarakat desa juga turut bergerak dan memberikan perlawanan. Mereka membantu menyediakan logistik, memberi informasi, bahkan ikut melawan secara langsung. Bentrokan juga tercatat terjadi di berbagai titik, seperti Wonokoyo, Peniwen, Taji, Pujon, Tumpang, Hingga Poncokusumo. Setiap daerah itu, meninggalkan kisah yang sama, yakni mempertahankan kedaulatan.
Ada sederet tokoh yang ikut bergerak dalam perlawanan ini, seperti Hamid Rusdi dan KH Malik. Mereka berdua turut serta memberikan perlawanan penuh demi menjaga kemerdekaan Indonesia.
Pertempuran Malang Area meninggalkan jejak mendalam dalam sejarah. Dari Jalan Salak hingga pelosok desa, dari pelajar hingga rakyat biasa, semua bahu-membahu menghadapi serangan Belanda. Peristiwa ini menegaskan bahwa kemerdekaan yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 masih harus dibayar dengan pengorbanan besar. Hingga kini, kisah itu tetap menjadi pengingat bahwa kebebasan yang dinikmati bangsa Indonesia lahir dari darah, air mata, dan semangat pantang menyerah. (wrd)