JAKARTA | Priangan.com – Es batu adalah salah satu bahan yang tidak bisa terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Biasanya, es batu digunakan untuk bahan campuran minuman agar lebih terasa menyegarkan. Siapa sangka, dulu, tidak semua orang bisa memakan es batu. Bahkan, awal mula kedatangannya dipandang tabu.
Semuanya dimulai pada pertengahan abad ke-19. Benda yang satu ini datang pertama kali ke Hindia Belanda pada bulan November 1846. Didatangkan dengan kapal besar dari Boston, Amerika Serikat, es batu dipandang sebagai sesuai yang tak lazim.
Saking tak lazimnya, berita tentang kedatangan es batu ini sudah terlebih dahulu tenar dan membuat banyak orang penasaran. Mereka tak sabar ingin melihat, bagaimana rupa dan rasa dari es batu ini.
Pada saat tiba di pelabuhan, ada banyak pasang mata yang menantikan wujudnya. Namun, kala itu es batu tak serta merta langsung didistribusikan. Selama satu malam ia tetap disimpan di dalam kapal. Pengirimannya yang sangat sensitif terhadap suhu jadi alasan.
Pendistribusian es batu pertama kala itu dilakukan keesokan harinya. Masyarakat Batavia dibuat terpana ketika melihat balok-balok es berukuran besar dilapisi bahan wol tebal tengah didistribusikan di atas pelabuhan.
Ketika berhasil didistribusikan, es batu ini kemudian jadi buah bibir masyarakat. Tak sedikit orang yang ingin mencicipinya. Namun sayang, kala itu, tak semua orang bisa menikmatinya. Hanya orang-orang Belanda dari golongan atas dan bermukin di wilayah elit, seperti Wletevreden yang berkesempatan merasakannya.
Jika orang Belanda saja tidak semuanya bisa merasakan es batu, apalagi kalangan pribumi. Dulu, mereka hanya bisa mendengar cerita tentang batu putih yang bisa membuat tangan terasa beku saat disentuh itu. Tak bisa meraba, bahkan merasakan sensasinya di lidah.
Tak hanya itu, di awal mula kedatangannya ke Hindia Belanda, es batu juga dipercaya punya khasiat medis. Dulu, jika ada kalangan elit yang menderita sariawan, maka mereka akan memaksakan diri untuk membelinya walau mahal.
Ya, mahal, itu karena ia harus didatangkan dari Boston dalam jumlah terbatas, dan tak mampu bertahan lama di Hindia Belanda karena pada saat itu lemari pendingin belum ditemukan. Sehingga, keberadaan es batu ini menjadi sangat-sangat istimewa.
Kendati demikian, seiring berjalannya waktu, es batu tak lagi menjadi hidangan yang istimewa. Apalagi sekarang, es batu tidak seberharga dulu, kini, bahan yang satu ini hanya sebatas jadi pelengkap dan bisa dibuat oleh siapapun. Harganya pun murah, satu balok kecil, paling hanya dihargai antara Rp. 1500 hingga Rp. 2000 saja. (ersuwa)