SULAWESI UTARA | Priangan.com – Namanya Jan Engelbert Tatengkeng. Ia adalah seorang sastrawan dan pendidik asal Sulawesi Utara. Jan, sapaan akrabnya, dikenal sebagai salah satu tokoh yang tidak hanya mengukir prestasi di bidang sastra, tapi juga punya andil besar dalam pendidikan dan perjuangan politik.
Lahir pada 19 Oktober, 1907, di Kolongan, Sangihe, Jan tumbuh di lingkungan keluarga Kristen yang menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan. Ayahnya seorang kepala sekolah dan guru Injil. Ia punya andil besar membentuk kepribadian Jan menjadi sosok yang cerdas.
Sejak usia muda, Jan sudah menunjukkan bakatnya di bidang sastra dan kesenian. Kecintaannya terhadap sastra dan budaya berkembang pesat ketika ia belajar di sekolah-sekolah Kristen, mulai dari Zending Volkschool hingga Christelijke Hoogere Kweek School di Surakarta. Di sinilah ia berkenalan dengan teman-teman yang sejalan, seperti Amir Hamzah, salah satu tokoh yang menggagas kebangkitan sastra Pujangga Baru.
Membersamai kecintaannya terhadap sasrta itu, Jan aktif menulis puisi sejak usia dini. Banyak darin karya-karyanya yang mencerminkan nuansa religius dan punya filosofi mendalam tentang keindahan alam.
Dalam puisi berjudul Rindoe Dendam yang diterbitkan pada tahun 1934, misalnya, Jan snegaja memuat ungkapan tentang cinta, kehidupan, dan kerinduan. Sementara puisi lainnya, seperti Kuncup dan Bahasa Indonesia, mengangkat nilai-nilai kemanusiaan, identitas nasional, serta penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan yang ditegaskan lewat Sumpah Pemuda 1928.
Kesukaan Jan dalam urusan tulis menulis, membawanya padan karier jurnalistik. Pada saat itu, Jan tercatat sebagai redaktur di berbagai media, salah satunya majalah Rindoe Dendam di Surakarta. Melalui tulisan-tulisannya, ia menyampaikan kritik halus terhadap sikap meremehkan bahasa dan budaya nasional. Karya-karyanya menjadi saksi atas semangat kebangsaan yang menggema di kalangan intelektual muda Indonesia pada masa itu.
Sementara sebagai seorang pendidik, Jan memulai kariernya sebagai guru bahasa Melayu di HIS Tahuna pada tahun 1932. Dedikasinya di dunia pendidikan semakin menonjol tatkala ia memimpin surat kabar lokal dan mengajarkan bahasa Jepang selama pendudukan Jepang di Indonesia. Namun, kala itu ia malah berujung dipenjara oleh Jepang tanpa alasan yang jelas.
Memasuki masa pasca kemerdekaan, Jan mulai aktif di dunia politik. Ia berperan serta dalam pembentukan Barisan Nasional Indonesia dan aktif di Partai Rakyat Sangir Talaud. Pada tahun 1948, Jan pernah didapuk sebagai Wakil Menteri Pengajaran Negara Indonesia Timur (NIT). Karier politiknya memuncak saat ia menjabat sebagai Perdana Menteri NIT sekaligus Menteri Pengajaran pada Desember 1949.
Jan Engelbert Tatengkeng tercatat wafat pada 6 Maret 1968. Meski raganya telah tiada, namun dedikasinya terhadap sastra, pendidikan, dan kebudayaan terus hidup dalam ingatan bangsa.
Sebagai bentuk apresiasi, pemerintah menganugerahinya penghargaan Satya Lancana Kebudayaan. Jan, sampai saat ini, terus dikenang sebagai sastrawan yang mencintai tanah air, pendidik yang membentuk karakter bangsa, serta negarawan yang stia pada perjuangan rakyat. (ersuwa)