JAKARTA | Priangan.com – Ir. Soekarno adalah tokoh sentral dalam perjuangan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Lahir di Surabaya, 6 Juni 1901, pria yang akrab disapa Bung Karno itu memiliki nama lahir Kusno Sosrodiharjo. Ia adalah putra dari pasangan Raden Soekemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai. Namun, lantaran kala itu Kusno sering sakit-sakitan, sang ayah pun akhirnya mengganti namanya menjadi Soekarno.
Sejak kecil, Bung Karno dikenal sebagai anak yang cerdas. Puluhan bahasa, dari mulai Jawa, Sunda, Bali, Melayu, Jepang, Inggris, Jerman, Arab, Belanda, hingga Prancis, ia kuasai ketika berusia remaja. Tak ayal kalau Bapak Proklamator Indonesia ini menyandang julukan sebagai seorang poliglot.
Pendidikan formal Soekarno dimulai di Eerste Inlandse School di Mojokerto, tempat di mana ayahnya menjadi kepala sekolah. Dari sana, Soekarno kemudian melanjutkan pendidikannya ke ELS, Hogere Burger School (HBS), lalu ke Technische Hooge School di Bandung. Ia berhasil meraih gelar insinyurnya di Hooge School ini pada 1926.
Sejak menimba ilmu di HBS, Soekarno tinggal di rumah Haji Oemar Said Tjokroaminoto, yang kala itu merupakan pemimpin Serikat Islam. Sosok Tjokroaminoto inilah yang berperan penting dalam kehidupan Soekarno. Lingkungan di sekitar Cokroaminoto yang dipenuhi oleh tokoh-tokoh besar, seperti Dr. Douwes Dekker dan Ki Hajar Dewantara, berhasil menumbuhkan semangat juang Soekarno. Sejak itulah, perjalanan politik Soekarno dimulai.
Pada tahun 1915, Soekarno pun bergabung dengan Jong Java. Sebuah organisasi kepemudaan yang didirikan oleh dr. Satiman Wirjosandjojo di Gedung STOVIA. Ketidakpuasannya terhadap organisasi yang Jawa sentris, membuat Soekarno terjun lebih dalam ke dunia politik. Puncaknya, ia pun mendirikan Algemeene Studie Club (ASC) di Bandung pada 1926. Organisasi ini pun menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia (PNI) yang berdiri pada tahun 1927.
Keputusan Soekarno untuk terjun lebih dalam di berbagai aktivitas politik membuatnya seringkali menjadi targe pemerintah kolonial Belanda. Buktinya, ia beberapa kali ditangkap dan diasingkan. Kendati begitu, penangkapan dan pengasingan tersebut sama sekali tidak menyurutkan semangat juang Soekarno untuk memerdekakan Indonesia.
Meski sudah ditangkap berkali-kali, Soekarno berjuang lagi. Satu organisasi dicekal, ia pun mendirikan organisasi lainnya. Hingga tiba saat masa pendudukan Jepang di Indonesia, Soekarno betul-betul memanfaatkannya sebagai momentum untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.
Puncak perjuangan Soekarno terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945. Ia bersama salah seorang rekan perjuangannya, Mohammad Hatta, berhasil memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Peristiwa ini tentu saja menandai lahirnya NKRI dan menjadi peristiwa paling bersejarah sepanjang berdirinya Indonesia. Sejak saat itu, Soekarno dan Mohammad Hatta pun ditunjuk sebagai Presiden dan Wakil Presiden pertama negara ini.
Kendati demikian, bukan berarti Soekarno bisa bernafas lega. Di masa pemerintahannya, ada banyak tantangan yang harus ia hadapi. Termasuk yang paling besar adalah adanya pemberontakan G30SPKI oleh sejumlah kelompok yang terdiri dari para perwira militer yang disokong oleh Partai Komunis Indonesia (PKI).
Sejak peristiwa nahas itu, pemerintahan Soekarno diwarnai banyak pemberontakan. Ia pun kehilangan dukungan dari militer yang saat itu dipimpin oleh Mayor Jenderal Soeharto dan mengalami pelemahan kekuasaan. Hingga pada 11 Maret 1966, setelah mendapat tekanan dari masyarakat serta berbagai kelompok politik, Soekarno pun akhirnya menandatangani Surat Perintah Sebelas Maret atau dikenal Supersemar dan memberikan wewenang kepada Soeharto untuk mengambil langkah-langkah yang dianggap perlu dalam menjaga keamanan dan ketertiban negara.
Pada 12 Maret 1967, sosok Bapak Proklamator Indonesia itu resmi dilengserkan dari jabatannya sebagai Presiden oleh MPRS lalu digantikan oleh Soeharto sebagai Pejabat Presiden. Soekarno kemudian hidup dalam pengawasan ketat, ia menjalani tahanan rumah di Wisma Yaso, Jakarta, hingga wafat pada 21 Juni 1970. (ldy)